Arti Penting Penerimaan Pajak Daerah Dalam Mendukung Pembangunan Daerah
Secara konseptual pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Merujuk pada definisi tersebut jelas pajak daerah memiliki arti dalam peranan yang penting dalam mendukung pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 pasal 1 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun2009 pasal 1 Ayat 10, menyatakan pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang orang pribadi atau badan yang memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak daerah terdiri dari :
- Pajak Daerah Povinsi, yaitu :
- Pajak Kendaraan Bermotor
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
- Pajak Air Perumahan
- Pajak Rokok
- Pajak Daerah Kabupaten/Kota, yaitu :
- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
- Pajak Hiburan
- Pajak Reklame
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Parkir
- Pajak Mineral bukan logam dan batuan
- Pajak Air Tanah
- Pajak Sarang Burung Walet
- PBB Pedesaan dan Perkotaan
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dalam upaya meningkatkan derajat fiskal daerah khususnya untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, pengelolaan pajak daerah perlu berorientasi pada potensi pajak yang ada.
Potensi Pajak
Secara praktis untuk mengetahui potensi pajak dapat digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu:
- Pendekatan Mikro
Potensi suatu penerimaan pajak dapat di hitung dengan mengalikan tarif suatu pajak dengan basis pajak.
|
- Pendekatan Makro
Untuk memproyeksikan besarnya perubahan potensi penerimaan dimasa depan, yang perlu dilakukan adalah melakukan proyeksi terhadap basis pajaknya.
Sistem Pemungutan Pajak
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu :
- Sistem Self Assesment
Menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Pajak Daerah (SPTPD) oleh wajib pajak.
- Sistem Official Assesment
Sistem pengenaan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu di tetapkan oleh pejabat yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah.
Di era modern saat ini sistem Self Assesment merupakan suatu alternatif yang perlu dikembangkan, hal ini dapat menambahkan rasa kesadaran wajib pajak untuk berpartisipasi dalam mendukung pembangunan daerah. Untuk perhitungan potensi pajak daerah telah banyak literatur dengan berbagai model perhitungannya. Namun dalam artikel ini penulis mengutip bahan ajar Trainning Of Trainner (TOT) pendapatan daaerah yang disampaikan oleh Prof. Ghozalimaski. Sebagai ilustrasi untuk proses pembelajaran perhitungan tentang potensi pajak hotel dengan pendekatan sederhana sebagai berikut :
- Potensi Pajak Hotel
|
Keterangan :
rh = rata-rata tingkat hunian (occupancy rate)
bkr = rata-rata pengeluaran tamu untuk biaya kamar
30 = jumlah hari dalam sebulan
12 = jumlah bulan dalam setahun
10% = tarif pajak maksimum
Data yang diperlukan :
- Jumlah Hotel
- Humlah Kamar
- Jumlah Tamu
- Tingkat Hunian
- Rerata waktu menginap (lenght of stay)
- Rerata Pengeluaran
- Tarif Hotel
- Musim Kunjungan Tamu (ramai, sedang, sepi)
- Jumlah pajak yang dibayar
Langkah-langkah
- Lakukan Identifikasi Hotel
- Menentukan Sampel
- Melakukan Observasi :
- Kelas Kamar / Jenis Kamar.
- Jumlah Kamar.
- Tingkat Hunian Kamar.
- Simulasi Perhitungan Potensi Pajak Hotel
Contoh :
- Perhitungan Potensi Pajak Hotel “X” (Fingliat Okupansi)
Kelas Kamar |
Tarif |
Jumlah Kamar |
|
1) Superior |
176.400 |
12 |
|
2) Deluxe |
147.000 |
2 |
|
3) Standar |
121.800 |
29 |
|
Jumlah |
43 |
- Metode Penghitungan
- Rata-rata Hunian Hotel “X”
Situasi |
Jumlah Kamar Terpakai (JKT) |
Rumus |
Ramai |
28 |
Rata-rata = JKT/n=45/3=15 |
Normal |
10 |
|
Sepi |
7 |
|
Jumlah |
45 |
- Rata-rata Tertimbang (Jumlah Hari) Hunian Hotel “X”
Situasi |
Jumlah Kamar Terpakai |
Frekuensi – Jumlah Hari |
JKT x W |
Rumus |
Ramai |
28 |
135 |
3780 |
Rata-rata tertumbang = ∑JKT x W ∑ W = 5.760 = 16 360 |
Normal |
10 |
135 |
1350 |
|
Sepi |
7 |
90 |
630 |
|
Jumlah |
45 |
360 |
5760 |
- Rata-rata Tertumbang (relatif) Hunian Hotel “X”
Situasi |
Jumlah Kamar Terpakai |
Frekuensi (%) |
Rata-rata |
Rumus |
Ramai |
28 |
0,4 |
11,2 |
Rata-rata Tertumbang = ∑JKT x W ∑ W = 16,6 = 16,6 1 |
Normal |
10 |
0,4 |
4 |
|
Sepi |
7 |
0,2 |
1,4 |
|
Jumlah |
45 |
1 |
16,6 |
Penghitungan Pajak Hotel “X”
Berdasarkan data-data tersebut diatas, maka dilakukan tahap berikut ini :
- Menghitung tarif rata-rata per kamar
- Mengalikan jumlah kamar terpakai di lakukan tarif kamar rata-rata.
- Jumlah hari dalam sebulan 30 hari dan setahun 360 hari.
- Besarnya tarif pajak hotel (dalam Perda di tetapkan sebesar 10%)
Hasil Penghitungan Hotel “X”
- Tarif rata-rata
= ( 12 x 176.400) + ( 2 x 147.000) + (29 x 121.800) / 43
= 5.943.000 / 43 = Rp 138.200,-
- Potensi Pajak Hotel “X”
= 16 kamar x Rp 138.200 x 360 hari x 10%
= Rp 79.603.200 pertahun
Referensi Artikel :
- Bahan Tranning of Trainer (TOT) Pendapatan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah.
- Bahan Ajar TOT, Ghozalimaski.
- Sumber-sumber lain diolah.