Skip to content

FGD Penyusunan Rencana Kerja Strategis Pembangunan Kota Baru: Bangun Waterfront Sungai Kapuas sebaga

FGD Penyusunan Rencana Kerja Strategis Pembangunan Kota Baru: Bangun Waterfront Sungai Kapuas sebaga

Kota Pontianak terpilih sebagai salah satu dari lima kota baru yang akan direvitalisasi dalam program Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Direktur Perumahan dan Pemukiman Bappenas, Nugroho Tri Utomo menjelaskan kelima kota tersebut yaitu, Tanjung Selor (Kaltara), Sofifi (Maluku Utara), Pontianak (Kalbar), Sintang (Kalbar) dan Kota Baru (Kalsel). Pontianak dipilih menjadi kota pertama yang direvitalisasi lantaran dinilai memiliki potensi yang sangat besar sebagai kota sungai dengan membangun waterfront.

 

Ia menjelaskan, membangun kota baru, bukan berarti membangun sebuah kota dari nol, melainkan bisa juga merevitalisasi dan menata kembali suatu kawasan yang akan dijadikan kota baru, terutama bagi kota yang punya potensi khusus, seperti Kota Pontianak yang memiliki Sungai Kapuas terpanjang di Indonesia.

 

"Kota Pontianak termasuk kota sungai, meskipun banyak juga kota lainnya yang memiliki sungai, tetapi Pontianak yang dipilih untuk dijadikan atau ditata menjadi kota baru, terutama kawasan pinggir Sungai Kapuas," ungkapnya.

 

Ia menyatakan Kota Pontianak termasuk salah satu dari lima kota di Indonesia yang didorong untuk penataan pemukimannya di sepanjang pinggir sungai. Yang sebelumnya memang sudah direncanakan oleh Pemkot Pontianak, kemudian sandingkan dengan penataan kawasan pemukiman kumuh dalam RPJM Bappenas, salah satunya di Kota Pontianak.

 

“Sekarang ini inisiatifnya adalah perbaikan kawasan tepian sungai. Jadi kita mencoba menata beberapa kawasan pinggiran Sungai Kapuas yang memang rencana awalnya sudah dimiliki oleh Pontianak itu sendiri. Kemudian dilakukan oleh Bappenas adalah sama-sama mencoba mendorong bagaimana itu nanti bisa terealisasi paling tidak untuk beberapa prioritas-prioritas. Maka sudah ditetapkan antara Pontianak dan tim Bappenas untuk pembangunan tiga koridor tadi,”jelas Direktur Perumahan dan Pemukiman Bappenas, Nugroho Tri Utomo, Rabu (8/7) di Aula Bappeda Kota Pontianak saat menghadiri Focus Group Discussion (FGD) penyusunan konsep master plan dan rencana kerja strategis pembangunan kota baru. Dalam rapat tersebut juga dihadiri Wali Kota Pontianak, Sutarmidji serta seluruh instansi terkait dan stakeholder.

 

Sesuai hasil pembahasan dan dikusi yang telah dilakukan oleh tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Kawasan Tepian Sungai Kapuas Kota Pontianak yang dipimpin langusng oleh Wakil Walikota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono dengan Tim BAPPENAS beberapa waktu yang lalu di Jakarat telah disepakati tiga segmen kawasan yang menjadi target prioritas pertama pembangunan yakni kawasan mulai dari Taman Alun Kapuas sampai Jembatan Kapuas I, kawasan siantan sampai dengan bawah jembatan Landak, serta segmen Kawasan Beting.

 

Khusus untuk kawasan beting ini akan juga termasuk penataan pemukimannya. Menurutnya, penataan kawasan tersebut bukan hanya untuk keperluan penataan Kota Pontianak tapi pihaknya memang sudah punya target sesuai dengan RPJMN 2015-2019 yang sangat jelas mengenai penataan pemukiman kumuh. “Kita ingin nanti di akhir 2020, diakhir RPJMN 2015-2019 itu kawasan kumuh sudah bisa kita tangani,” ungkap dia.

 

Terkait anggaran untuk penataan beberapa kawasan di Kota Pontianak, Nugroho mengakui pihaknya belum sampai pada besaran angka berapa anggaran yang akan dikucurkan. Saat ini pihaknya mengupayakan bagaimana memanfaatkan seluruh program yang ada dengan mengkolaborasikan dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah sehingga target pembangunan bisa tercapai, paling tidak ada beberapa program unggulan yang bisa segera terealisasi. “Kota baru ini maupun penataan beberapa kota menjadi program di lima tahun RPJM 2015-2019. Kita mengharapkan akhir tahun 2019, kelima kota tersebut termasuk Kota Pontianak tentunya sudah menunjukkan hasil yang bisa kelihatan,” katanya.

 

“Paling tidak untuk program unggulan bisa segera terwujud. Kita mengharapkan akhir tahun 2019, kelima kota tasi termasuk Kota Pontianak tentunya sudah menunjukkan hasil seperti yang diinginkan,” katanya.

 

Sementara itu, Wakil Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono mengatakan, pihaknya sedang membuat konsep penataan yang realistis berciri khas Kota Pontianak dan dalam waktu singkat ditargetkan bisa terealisasi. “Jika tidak ada masalah, ada titik-titik yang bisa kita laksanakan secara cepat dan nanti kalau sudah terwujud akan menjadi pemicu untuk pembangunan di kawasan sekitarnya,” tuturnya.

 

Sementara itu, Wakil Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menyatakan optimistisnya akan bisa menyelesaikan pembangunan dan penataan kawasan kumuh di sepanjang pinggir Sungai Kapuas selesai hingga tahun 2019 mendatang. "Saat ini, kami berusaha semaksimal mungkin, dalam waktu singkat pembangunan pinggiran Sungai Kapuas sudah bisa terwujud. Sehingga ke depannya pembangunan yang sudah terwujud itu bisa menjadi pemicu pembangunan lainnya," kata Edi.

 

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan konsep penataan yang konsisten sesuai dengan kaidah-kaidah dan standar perencanaan sehingga nanti hasilnya akan memenuhi standar yang direncanakan, baik itu standar nasional maupun internasional. “Seperti misalnya berapa jarak bangunan, berapa lebar jalan, drainase harus dibuat seperti apa, tanaman apa yang cocok ditanam di kawasan itu,” jelasnya.

 

Terkait dengan relokasi dan keterlibatan masyarakat, Edi mengajak semua pihak untuk turut mendukung pembangunan waterfront menjadi kawasan unggulan yang membuat Kota Pontianak berwajah baru. “Kita optimis karena kita sudah ada modal dengan dukungan Bappenas. Menteri PPN/Kepala Bappenas, Andrinof Chaniago sangat serius membangun waterfront Kota Pontianak. Masa’ kita tidak lebih serius lagi. Ini satu modal besar yang menurut Bappenas sudah sesuai dengan RPJMN,” pungkasnya.

 

Disinggung dengan pembangunan waterfront yang akan meniru konsep Kota Lyon di Prancis, Ia menegaskan, pembangunan waterfront di Kota Pontianak tidak menjiplak seratus persen konsep Kota Lyon di Prancis ataupun kawasan waterfront lainnya yang telah ada. Standar-standar pembangunan waterfront di Kota Pontianak tetap berpegang teguh pada kearifan lokal. Konsep Kota Lyon di Prancis sebagai motivasi untuk membangun waterfront di Kota Pontianak melihat karakter sungai kedua kota memiliki kemiripan yakni kedua kota terbelah oleh dua sungai seperti Sungai Kapuas dan Sungai Landak. “Di sana tertata bagus infrastrukturnya dan peruntukan wilayahnya juga rapi. Jadi itu sebenarnya hanya untuk motivasi kita supaya lebih semangat dan lebih baik dari Kota Lyon,” ucapnya optimis

 

Sehingga ke depannya, tercipta pembangunan "waterfront city" Kota Pontianak berwajah baru dalam mendongkrak minat wisatawan lokal, nasional maupun wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Pontianak, kata Edi.

 

Revitalisasi Kota-Kota Di Indonesia menuju Kota Masa Depan Indonesia

 

Konsep pengembangan kota baru sebagaimana akan dilakukan melalui konsep revitalisasi kota Pontianak sebagaimana diimplementasikan dalam revitalisasi kawasan-kawasan tepian suang Kapuas di atas merupakan salah satu isu prioritas yang menjadi agenda utama pembangunan nasional (NAWACITA)  Presiden/Wakil Presiden, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla, dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang telah disusun Bappenas dan berpedoman pada RPJPN 2005-2025.

 

Di dalam RPJMN 2015-2019 Isu utama pembangunan wilayah nasional saat ini adalah masih besarnya kesenjangan antarwilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sehubungan dengan hal tersebut, arah kebijakan utama pembangunan wilayah nasional difokuskan untuk mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah. Oleh karena itu, diperlukan arah pengembangan wilayah yang dapat mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah KTI, yaitu Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera.

 

Untuk menghindari timbulnya kesenjangan baru antara wilayah koridor ekonomi dengan wilayah sekitarnya di setiap pulau, dilakukan juga upaya peningkatan pemberdayaan ekonomi lokal, penciptaan akses transportasi lokal ke wilayah pertumbuhan, dan percepatan pemenuhan infrastruktur dasar pada daerah tertinggal, termasuk desa tertinggal. Pada saat yang bersamaan dilakukan upaya percepatan peningkatan pembangunan kawasan perkotaan untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman; hijau yang berketahanan iklim dan bencana; cerdas; dan mempunyai daya saing kota. Di samping itu, untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dan menciptakan desa-desa mandiri dan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi, serta penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi kota-desa, dilakukan juga peningkatan pembangunan kawasan perdesaan.

 

Dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut, Pemerintah secara berkelanjutan perlu berupaya untuk meningkatkan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi kebijakan antarKementerian/Lembaga dan antara Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah sehingga pelaksanaan pembangunan wilayah dalam pembangunan nasional dapat mencapai tujuan keseimbangan antarwilayah dan pemerataan kualitas kehidupan masyarakat.

 

Fokus Pembangunan bidang Wilayah dan Tata Ruang dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:

  1. Mendorong penyediaan informasi Geospasial yang berkualitas
  2. Memperkuat sistem pertahanan melalui penyusunan peraturan perundangan tentang
  3. Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN);
  4. Memperkuat jati diri sebagai negara maritim, salah satunya dengan penetapan RTR Laut Nasional;
  5. Membangun transparansi dan tata kelola pemerintahan dengan pembangunan sistem informasi tata ruang yang handal;
  6. Menjalankan reformasi birokrasi yang dapat mendukung kelembagaan PPNS Bidang Tata Ruang yang Handal;
  7. Membuka partisipasi publik dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha secara aktif dalam penyelenggaraan penataan ruang; serta
  8. Mewujudkan kedaulatan pangan dengan integrasi perencanaan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dengan RTR Wilayah Provinsi.
  9. Jaminan Kepastian Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah
  10. Ketersediaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
  11. Mendorong terciptanya kota masa depan Indonesia melalui revitalisasi dan pembangunan kota-kota baru
  12. Pembangunan Desa dan Kawasan Perkotaan
  13. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional untuk memacu pusat-pusat pertumbuhan
  14. Pengembangan Kawasan Perbatasan
  15. Pengembangan Daerah Tertinggal
  16. Mendorong kerjasama antar Daerah
  17. Meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran

 

 

Konsep Kota Masa Depan Indonesia

 

Pesatnya perkembangan kawasan kota-kota besar di Indonesia hingga saat ini ternyata masih belum diiringi oleh kebutuhan akan ruang untuk hunian dan aktivitas ekonomi yang baik. Seringkali masalah urbanisasi maupun pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menjadi masalah klasik di setiap kota besar yang dalam mitosnya selalu menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

 

Problem lainnya adalah kepemilikan lahan dalam sistem agraria di Indonesia yang memberikan keleluasan bagi penduduk untuk memiliki lahan. Walaupun sebenarnya terdapat pembatasan kepemilikan lahan bagi private maksimal 2 hektar, akan tetapi sedah menjadi rahasia umum banyak sekali masyarakat dari golongan mampu memiliki lahan dengan status hak milik.

 

Disatu sisi sistem kepemilikan ini memberikan pengakuan akan hak private untuk memiliki tanah, akan tetapi disisi lain menjadi hambatan tersendiri di dalam implemntasi rencana tata ruang yang telah sedemikian rupa disusun di masing-masing daerah. Sering kali kita mendengar bhawa pembangunan terkendala karena permasalahan pembebasan lahan terbentur oleh ketidakinginan pemilik lahan melepaskan tanahnya. hal tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Mulai dari keinginan mendapatkan harga lebih tinggi dari pasaran hingga ketidakmauan melepas asset tanpa latar belakang apapun selain keengganan.

 

Sebenarnya untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah telah mengelaurkan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yng dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum yang kemudian diperbaharui melalu Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 71 Thaun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.

 

Akan tetapi dapat dilihat betapa tidak mudah dan berlikunya proses pengadaan tanah yang diatur dalam regulasi tersebut sehingga sering kali pihak daerah sebagai eksekutor rencana pembangunan “menyerah” dan memilih untuk menunda ataupun membatalkan rencana pembangunan yang telah dibuat.  Inilah yang akhirnya disinyalir memberikan dampak signifikan terhadap susahnya mengimplementasikan rencana tata ruang yang telah dibuat (baik itu RTRW, RDTR ataupun RTBL) sehingga proses pembentukan kota-kota di Indonesia “yang lebih tertata” ibarat jauh panggang dari api.

 

Terlepas dari permasalahan tersebut, dalam tataran konsep yang lebih makro, terdapat keinginan untuk memberikantreatment khusus terhadap tren perkembangan kota-kota di Indonesia khususnya untuk pembentukan wajah kota yang lebih modern. Ilustrasi di samping memperlihatkan bagaimana tren perkembangan kota di Indonesia akan stagnan. Kalaupun tumbuh, dalam kuantittas yang kurang signifikan  dan tidak memiliki konsep yang jelas (baca: kurang tertata dengan baik).

 

Kondisi tersebut tentunya akan membuat kota-kota kita akan semakin tertinggal dengan kota-kota maju di Negara-negara lain. Jakarta sebagai kota terbesar dan termaju di Indonesia apabila disandingkan dengan Kuala Lumpur dari sisi konsep penataan dan penyediaan transportasi publik harus diakui sangat jauh tertinggal. Belum lagi berbicara tentang aspek sosialnya, akan terpapar kondisi permaslaahn yang sangat kompleks di kota tersebut.

 

Menyikapi kondisi ini, pemerintah mengambil langkah untuk merumuskan sebuah pedoman untuk men-treatment kota-kota di Indonesia dengan menetapkan kriteria-kriteria serta ukuran-ukuran tertentu yang harus dicapai masing-maisng kota di masa depan. Harapannya dengan stimulasi tersebut arah perkembangan dan konsep penataan kota yang ada akan lebih terarah, terukur dan lebih jelas.

 

Secara garis besar kriteria kota masa depan Indonesia ini adalah:

  1. Kota Layak  Huni yang Aman dan Nyaman
  2. Kota Hijau yang Berketahan Iklim dan Bencana
  3. Kota Cerdas Berdaya Saing dan Berbasis Teknologi
  4. Identitas Perkotaan Indonesia Berbasis Karakter Fisik, Keunggulan Ekonomi, Budaya Lokal
  5. Keterkaitan dan Manfaat Antarkota dan Desa-kota dalam Sistem Perkotaan Nasional Berbasis Kewilayahan

 

Untuk mencapai kriteria tersebut, Pemerintah telah memiliki skema rencana jangka panjang dengan target di tahun 2045, bahwa seluruh indikator kota cerdas yang berdaya saiang dan berbasis teknologi dapat diwujudkan di seluruh kota di Indonesia.

 

Diawali dengan target pemenuhan standar pelayanan perkotaa di tahun 2025 dimana 100% indikator kota layak huni terwujud di seluruh Indonesia. Selanjutnya langkah kedua dengan target di tahun 2035 adalah mewujudkan 100% indikator kota hijau di seluruh kota di Indonesia.

 

Dari rencana tersebut terlihat bahwa terdapat tiga kosep penataan kota di Indonesia yang akan dipakai sebagai acuan, yaitu konsep Kota Layak Huni (Livable city), konsep Kota Hijau (Green city) dan konsep Kota Cerdas (Smart city).

 

Untuk lebih memperdalam pemahaman tentang konsep-konsep pengembagan kota tersebut, berikut akan diulas lebih jauh.

 

  1. Kota Layak Huni (Livable City)

 

Pengertian kota dan daerah perkotaan dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu kota untuk city dan daerah perkotaan untuk urban. Pengertian city diidentikkan dengan kota besar, sedangkan urban berupa suatu daerah, yang merupakan kota dan aktivitasnya. Keadaan geografi sebuah kota bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya.

 

Perkembangan kota secara historis dipandang sebagai penyebab dan solusi untuk perbaikan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Namun, dalam perkembangan kota mebuat perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan dipengaruhi oleh tingkat dan jenis industrialisasi, kualitas perumahan, aksesibilitas untuk ruang hijau dan meningkatkan keprihatinan  terhadap transportasi (McCarthy, 2002). Kerusakan lingkungan merupakan permasalah kota yang diakibatkan oleh perkembangan kota yang mempengaruhi urbanisasi secara besar-besaran di kota.

 

Bertambahnya jumlah penduduk yang terus meningkat membuat layanan kota akan semakin tidak efektif, kecuali kota dapat memberikan fasilitas layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat secara keseluruhan yang tinggal di kota. Kenyataannya sekarang ini banyak kota-kota di seluruh dunia yang masih belum dapat melayani masyarakat yang tinggal di dalamnya. Hal ini dikarenakan kota tidak dapat menyediakan fasilitas layanan infrastruktur untuk mewadahi aktivitas masyarakat sehari-hari di kota. Jadi banyak masyarakat kota yang tidak merasa nyaman lagi untuk tinggal dikota, karena kepadatan penduduk yang membuat ruang kota semakin sempit, kemacetan dan kerusakan  lingkungan.

 

Dari permasalah kota di atas, maka masyarakat kota membutuhkan kota yang layak huni untuk mereka atau disebut Livable City. Livable City menjadi kata kunci dalam perencanaan kota, karena dapat menyelesaikan berbagai masalah kota yang menganggu kenyamanan kota. Dengan cara menaikankan kualitas hidup yang masyarakat yang tinggal  di kota terkait dengan kemampuan mereka untuk mengakses infrastruktur (transportasi, komunikasi, air, dan sanitasi), makanan, udara bersih, perumahan yang terjangkau, lapangan kerja dan ruang dan taman hijau. Konsep Livable Citydigunakan dalam representasi sustainable city (Wheeler, 2004). Dalam konteks keberlanjutan adalah kemampuan untuk mempertahankan kualitas hidup yang dibutuhkan oleh masyarakat kota

 

Pengertian Livable City

Sekarang ini banyak masyarakat kota yang mengeluhkan ketidaknyamanan lingkungan tempat tinggal mereka. Ketidaknyamanan tersebut dapat ditemukan dalam permasalahan mulai dari masalah kemacetan, tidak terawatnya fasilitas umum dan masalah kebersihan lingkungan. Dalam kondisi seperti ini, setiap masyarakat mengiginkan sebuah kota yang nyaman dan memang layak untuk dihuni atau Livable City

 

“A Livable City is a city where I can have a healthy life and where I have the chance for easy mobility – by foot, by bicycle, by public transportation, and even by car where there is no other choice…The Livable City is a city for all people. That means that the Livable City should be attractive, worthwhile, safe for our children, for our older people, not only for the people who earn money there and then go and live outside in the suburbs and in the surrounding communities. For the children and elderly people it is especially important to have easy access to areas with green, where they have a place to play and meet each other, and talk with each other. The Livable City is a city for all. (D. Hahlweg, 1997)”

 

Kota layak huni atau Livable City adalah dimana masyarakat dapat hidup dengan nyaman dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat. Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya.

 

Livable City adalah kota dimana ruang umum  yang merupakan pusat kehidupan sosial dan fokus keseluruh masyarakat (Salzano,1997).  Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya.

 

Konsep Livable City juga sangat berkaitan dengan lingkungan. Livable City harus berkesinambungan dengan sistem ekologi dan kenyamanan hidup bagi masyarakat kota. Pemulihan ekologi dapat memperbaiki lingkungan dalam Livable City dan sustainability. Livable Cityharus menciptakan dan menjaga lingkungan yang bersih.

 

Prinsip Livable City

 

Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Livable City harus mempunyai prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasr ini haru dimiliki oleh kota-kota yang inggin menjadikan kotanya sebagai kota layak huni dan nyaman bagi masyarakat kota. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar untuk mewujudkan Livable City:

 

Menurut Lennard (1997), prinsip dasar untuk Livable Cityadalah:

  1. Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian yang layak, air bersih, listrik).
  2. Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman kota, fasilitas ibadah/kesehatan/ibadah).
  3. Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi.
  4. Keamanan, Bebas dari rasa takut.
  5. Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya.
  6. Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik.

 

Menurut Douglass (2002), dalam Livable City dapat dikatakan bertumpu pada 4 (empat) pilar, yaitu:

  1. Meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan masyarakat.
  2. Penyediaan lapangan pekerjaan.
  3. Lingkungan yang aman dan bersih untuk kesehatan,  kesejahteraandan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
  4. Good governance.

 

 

Indikator Kota Layak Huni (Livable City) dalam Konsep Kota Masadepan Indonesia

 

Pemerintah sedang merancang indikator liveable city sebagai bagian integrasi konsep kota masa depan Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

 

Secara garis besar komponen kota layak huni tersebut adalah urban slump up grading, sistem pengelolaan air bersih, sistem sanitasi, sampah dan transportasi.

 

  1. Kota Hijau (Green City)

 

Kota yang Ramah Lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

 

Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk menghemat energi, air dan makanan, serta mengurangi buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air.

 

Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah, seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun, keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota. (Nirwono Joga: Pembangunan Perkotaan dan Perubahan Iklim).

 

Dalam menghadapi tantangan pemanasan global dan perubahan iklim, pengembangan Kota Hijau memiliki banyak potensi inovatif bagi pimpinan daerah untuk memfasilitasi, bekerjasama dengan sektor swasta dan masyarakat, menyeimbangkan kondisi kesehatan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup, dalam mengembangkan Kota Hijau yang lebih cerdas, sehingga tercipta keseimbangan ekosistem hayati dan kenyamanan bagi penduduk kota yang tinggal di dalamnya.

 

Kriteria Kota Hijau

Kota Hijau merupakan salah satu konsep pendekatan perencanaan kota yang berkelanjutan. Kota Hijau juga dikenal sebagai Kota Ekologis atau kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Dengan kota yang sehat dapat mewujudkan suatu kondisi kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota.

 

Konsep Kota Hijau ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang disampaikan Hill, Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford, dan Ian McHarg. Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan diatas adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan sendirinya menciptakan aset alami lokal.

 

Kota dapat dimasukkan sebagai Kota Hijau, antara lain memiliki kriteria sebagai berikut:

 

  1. Pembangunan kota harus sesuai peraturan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan peraturan lainnya.
  2. Konsep Zero Waste (pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
  3. Konsep Zero Run-off (semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
  4. Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
  5. Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
  6. Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
  7. Bangunan Hijau
  8. Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau).

 

 

  1. Kota Cerdas (Smart City)

 

Smart City dirancang untuk meningkatkan kualiatas hidup orang-orang yang tinggal di kota. Dalam prosesnya indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur pencapaian sebuah kota cerdas adalah: 

  • smart living,
  • environment (lingkungan),
  • utility (ultilitas/prasarana),
  • economy (ekonomi),
  • mobility (mobilitas),
  • people (manusia, masyarakat).

 

Keenam konsep kota cerdas ini dapat dikembangkan berdasarkan kriteria dan karakteristik kebutuhan penduduk perkotaan, yang tidak sama antara kota yang satu dengan yang lainnya. Ulasan mengenai Smart City banyak sebenarnya sudah lama “didengungkan” oleh IBM sebuah perusahaan terkemuka dunia, telah memperkenalkan konsep kota cerdas beserta enam indikator kota cerdas.

 

Kota cerdas di beberapa negara tentu sudah matang dalam penanganan masalah banjir, kemacetan, ledakan penduduk, air bersih. Ada tahapan pembangunan yang jelas, kemudian diterjemahkan sebagai konsep pembangunan, sehingga tahapan pembangunan tata kota di negara maju berlangsung secara berkelanjutan. Kemapanan ini perlu dilanjutkan dalam sebuah sistem agar tidak berhenti pada periode tertentu saja, maka lahirlah konsep smart city/kota cerdas yang menjadi konsep besar dari Sustainable city.

 

Jangan dilupakan bahwa kesuksesan kota cerdas di negara lain adalah karena faktor budaya. Dan budaya dimulai dari hal paling sederhana, bagaimana berjalan, dimana membuang sampah, bagaimana menjaga fasilitas publik dan bagaimana hidup seimbang dengan lingkungan. Semua pemahaman tentang budaya tersebut sudah cukup membuat kota kita semakin cerdas, kota cerdas karena masyarakatnya juga cerdas, sederhana.

 

Perkembangan teknologi yang semakin pintar membuat konsep smart tak hanya diterapkan pada berbagai perangkat, tetapi pada berbagai sistem atau tatanan. Salah satunya yang mencuat akhir-akhir ini adalah konsep smart city. Konsep yang disebut sebagai kota pintar ini adalah konsep yang mengetengahkan sebuah tatanan kota cerdas yang bisa berperan dalam memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat.

 

Selain itu, konsep kota pintar ini juga memang dihadirkan sebagai jawaban untuk pengelolaan sumber daya secara efisien. Bisa dibilang, konsep kota cerdas ini adalah integrasi informasi secara langsung dengan masyarakat perkotaan.

 

Indikator Smart City

Konsep smart city sendiri pertama kali dikemukakan oleh IBM, perusahaan komputer ternama di Amerika. Perusahaan tersebut memperkenalkan konsep smart city untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Untuk menyukseskan konsep kota pintar ini, IBM menelurkan enam indikator yang harus dicapai. Keenam indikator tersebut adalah masyarakat penghuni kota, lingkungan, prasarana, ekonomi, mobilitas, serta konsep smart living.

 

 

Dengan mengoptimalkan keenam indikator tersebut, konsep smart city bukan lagi sebuah wacana belaka. Namun, perlu diingat, keenam indikator ini bisa lebih difokuskan atau dimaksimalkan salah satunya. Misalnya, kota Copenhagen. Kota yang ada di Denmark ini memfokuskan diri untuk pengoptimalan bidang lingkungan. Karena hal ini, Copenhagen dianggap sebagai salah satu kota pintar di dunia. Predikat smart city juga dimiliki oleh Seoul. Ibu Kota Korea Selatan tersebut fokus pada pelayanan publik pada bidang teknologi informasi. Tidak aneh jika kota ini memiliki jaringan internet tercepat di dunia.