Skip to content

Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015 Menuju Kota Pontianak yang “Smart”

Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015 Menuju Kota Pontianak yang “Smart”

Tim Peneliti Smart City, Rabu (10/6) bertandang ke Kota Pontianak. Kedatangan tim ini dalam rangka kegiatan meneliti Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) kerja sama antara Kompas dengan Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengukur atau melakukan penilaian lebih mendalam terhadap Kota Pontianak yang masuk dalam 15 besar kota cerdas dari 98 kota se- Indonesia.

 

Rombongan diterima oleh Wakil Walikota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono beserta seluruh jajaran SKPD Pemerintah Kota Pontianak. Dikesempatan tersebut Edi Mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh masyarakat kota Pontianak lantaran Pontianak dapat masuk dalam 15 kota dari 98 total kota seluruh Indonesia. “Kita berharap bisa terus menjadi pemenang. Upaya-upaya ini intinya sudah kita lakukan sejak 10 tahun terakhir. Pontianak masuk 15 besar dari 98 kota se- Indonesia menurutnya itu sudah menjadi hal luar biasa. "Kita berharap bisa masuk lima besar dan seterusnya," katanya.

 

Upaya inovasi dan kreasi, lanjutnya, adalah untuk menciptakan kota layak huni berkelas dunia. “kota aman, nyaman, sehat dan tidak macet. Jadi kita akan terus bekerja keras khususnya dalam hal pelayanan kepada amsyarakat serta smart city berbasis ilmu teknologi,” katanya.

 

Untuk itu, kata Edi, diperlkukan visi dan misi untuk mengajak masyarakat bersama-sama berpartisipasi. Menuju smart city, ada enam variable yang menjadi perhatian tim penialai. “Yang jelas keenam variable ini smua harus ditingkatkan,” ujarnya. Duakui Edi, ada beberapa yang belum maksimal seperti lingkungan. “Masih ada beberapa paritdan sanitasi yang jelek. Kota berupaya dengan lebih kerja keras dan ada titik yang diprioritaskan,” ungkapnya.

 

Penggunaan dan pemanfaatan IT sudah beberapa tahun lalu diterapkan di Kota Pontianak. Bahkan beberapa pelayanan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak sudah berbasis IT. "Misalnya masyarakat ingin mendapatkan informasi terkait pelayanan publik, investasi, pendidikan, kesehatan, cukup membuka website resmi Pemkot Pontianak dan bisa diakses dari manapun," jelas Edi.


Sebagai kota cerdas sudah semestinya menerapkan IT sebagai penunjang smart city. Untuk itu ke depan, Kota Pontianak akan dibanjiri dengan akses wifi gratis di tempat- tempat umum. "Kita bercita-cita Kota Pontianak menjadi kota yang gratis wifi. Yang bisa kita lakukan saat ini di kantor-kantor pemerintah, ruang terbuka hijau atau taman kota. Bahkan kalau bisa seluruh titik-titik di Kota Pontianak bebas wifi gratis sehingga masyarakat lebih mudah mengakses informasi melalui internet gratis," pungkasnya.

 

Peneliti Smart City ITB I Made Aria Sanjaya menuturkan, kunjungan tersebut merupakan rangkaian pengukuran City Indeks yang sebelumnya telah dilaunching di Jakarta beberapa waktu yang lalu.

 

“Model ini digunakan untuk mengkur 98 kota dan Pontianak terpilih menjadi 15 besar. Dari 15 besar kota yang masuk nominasi, terbagi lagi dalam tiga kategori yakni kota besar, sedang dan kecil. "Pontianak yang pertama kali dilihat adalah kebersihan dan lingkungannya yang paling menonjol," ujarnya. Pontianak masuk dalam kategori kota sedang Kemudian kita bagi lagi menjadi kota,” ucapnya.  


Tujuan dari smart city itu, lanjutnya, untuk membuat kota yang aman, nyaman dan berkelanjutan. Untuk itu harus didukung dengan teknologi, orang atau masyarakatnya dan tata kelola. Ia berharap dengan pengukuran ini, kota-kota tersebut bisa mengidentifikasi posisinya masing-masing apakah sudah pada tahap baik atau belum sebagai kota cerdas. "Dengan adanya pengukuran melalui IKCI ini kita bisa tahu di mana posisi kota bersangkutan sehingga kita tahu di mana plan selanjutnya, roadmapnya seperti apa," ungkapnya.



Menurutnya, terdapat enam indikator penilaian IKCI. Enam indikator itu terbagi menjadi dua kategori yakni tiga karakteristik utama sebuah kota cerdas mencakup ekonomi, sosial dan lingkungan dan tiga triple enabler atau pendukung smart city yang mencakup teknologi informasi dan komunikasi (TIK), orang atau masyarakat yang cerdas dan tata kelola pemerintahan. "Baik itu kebijakan pimpinan, komitmen pimpinan, peraturan-peraturan dan juga program-program dari pemerintahan setempat," terang Arya.

 

Apa itu Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI)?

 

Indeks Kota Cerdas Indonesia ialah pemeringkatan kota-kota di Indonesia yang dicanangkan oleh Harian Kompas dan Perusahaan Gas Negara (PGN), bekerjasama dengan ITB. Peluncuran Indeks Kota Cerdas Indonesia dilaksanakan 24 Maret 2015, dan turut mengundang 98 walikota anggota APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia).

 

Melalui Peluncuran Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015 ini, Harian Kompas dan Perusahaan Gas Negara (PGN), diharapkan dapat menginspirasi setiap atribut kota baik itu pemimpin, masyarakat, maupun pemangku kepentingan kota lainnya, agar dapat mengembangkan Kota secara cerdas dari optimal.

 

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meresmikan acara peluncuran Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015 yang bertujuan menilai dan mengapresiasi sejumlah kota di Indonesia yang telah menerapkan konsep tersebut.

 

Sepuluh tahun lagi, 57 persen penduduk Indonesia akan tinggal di kota. Tanpa antisipasi, kota akan menjadi tempat masalah dan bencana. Membangun kota cerdas dan bijaksana adalah keniscayaan. Kepemimpinan yang disiplin dan kuat menjadi prasyaratnya.

 

Demikian pesan dari peluncuran Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015 di Jakarta, Selasa (24/3). Indeks ini adalah parameter untuk mengukur dan memeringkat kinerja pengelolaan kota berbasis teknologi digital terhadap pelayanan masyarakat. Program ini merupakan kerja sama antara Institut Teknologi Bandung dan Kompas didukung PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk.

 

Peluncuran IKCI dilakukan Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo, Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsah Suryadi, dan Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso.

 

Hadir pula Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Kelimanya memberikan paparan dalam sesi khusus dipandu moderator dosen Planologi Universitas Trisakti, Jakarta, Yayat Supriatna.

 

"Hari ini kita berbicara mengenai upaya-upaya sekarang dan pada masa depan untuk memberikan kehidupan yang lebih baik dan nyaman kepada masyarakat," kata Kalla saat pidato pembukaan IKCI 2015 di Balai Sidang Jakarta, (24/03) yang lalu.

 

Penilaian tersebut dilakukan guna mengapresiasi sejumlah kota yang berhasil mengimplementasikan konsep kota cerdas sehingga dapat meningkatkan taraf hidup warganya. Indeks itu juga ditujukan agar menginspirasi kota lainnya di Indonesia agar menerapkan konsep tersebut.Menurut Wapres, sejumlah kriteria minimum sebuah kehidupan kota bisa dikatakan nyaman apabila terdapat ruang hijau terbuka, sistem transportasi yang memadai, tempat tinggal yang nyaman serta lingkungan yang aman dan bersahabat.

 

Kalla mengatakan bahwa kota akan menjadi lebih padat dan bertambah jumlahnya karena selalu menjadi tujuan urbanisasi masyarakat perdesaan yang disebabkan warga menilai kota sebagai pusat perdagangan, industri dan jasa. Dengan terjadinya peningkatan produksi dan mekanisasi di bidang pertanian, makin sedikit tenaga kerja yang dibutuhkan di desa sehingga warganya mencari pekerjaan yang lebih baik di kota.

Wapres menilai hubungan antarkota, seperti Jakarta dengan Bogor akan makin tersambung pada saat ini dan akan mendukung kepadatan di kota.

 

"Oleh karena itu, kota mempunyai fungsi bagaimana memberikan kehidupan yang lebih besar pada masa yang akan datang dan bagaimana lahan terbatas itu menjadi suatu kehidupan yang lebih nyaman," kata Kalla.

 

Kalla dalam sambutannya merujuk Singapura sebagai contoh kota cerdas paling maju di Asia. Singapura sebagai negara kota yang apik hari ini dibangun berdasarkan kepemimpinan yang kuat sekaligus disiplin aturan untuk kepentingan rakyat.

 

Tanpa kepemimpinan Lee Kuan Yew yang kuat, menurut Kalla, Singapura tidak akan menjadi salah satu kota cerdas dunia. Demikian pula disiplin dan kepatuhan aturan harus diterapkan. "Belajar dari Singapura, pakailah lebih banyak kata 'tidak' daripada 'ya'. Harus ada disiplin. Terlalu banyak kata 'tidak', tentu akan menyulitkan warga, tetapi yang saya maksudkan adalah mendisiplinkan kota. Ini sangat ditentukan oleh pemimpinnya," kata Kalla.

 

Hal yang terjadi di Indonesia, Kalla melanjutkan, otoritasnya terlalu permisif. Akibatnya, perkembangan kota menjadi tidak teratur. Misalnya, izin membangun mal diobral sehingga ruang terbuka hijau menyempit dan pedagang dibiarkan seenaknya memakai ruang publik sehingga kota jadi semrawut.

 

Kalla juga menekankan pentingnya membangun kota dengan melibatkan partisipasi publik. Faktor pasokan energi yang memadai dan lingkungan hidup yang baik juga menjadi pilar penting untuk membangun kota cerdas.

 

Tantangannya, sebagaimana bisa disimpulkan dari paparan lima menteri pada sesi diskusi, banyak pekerjaan rumah sudah menumpuk karena tidak dikerjakan serius selama bertahun-tahun. Tidak sebatas persoalan infrastruktur, tetapi juga menyangkut aspek lain, seperti sumber daya manusia, politik anggaran, dan regulasi.

 

Dalam aspek infrastruktur energi, misalnya, Indonesia terlambat mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan. Akibatnya, kondisi kurang listrik masih akan terjadi pada beberapa tahun mendatang.

 

Menurut Sudirman, separuh lebih dari 12 sistem kelistrikan utama dalam kondisi lampu kuning dan merah. Sementara pembangunan pembangkit membutuhkan waktu.

 

Sudirman mengingatkan, semua diskursus tentang energi selama ini masih berorientasi masa lalu, yakni seputar minyak dan gas bumi. Padahal, energi fosil tersebut dalam waktu 20 tahun lagi akan habis. Dengan demikian, jika orientasinya adalah membangun kota cerdas, sudah saatnya mendorong pengembangan energi baru.

 

Saat ini, 93 persen konsumsi energi adalah energi fosil. Energi baru tidak sampai 7 persen. Pemerintah akan meningkatkan penggunaan energi baru dalam 5 tahun ke depan menjadi 10-15 persen dan pada 2025 menjadi 25 persen.

 

Manajemen Buruk

Dalam aspek tata kelola, masalahnya adalah kinerja pemerintah daerah umumnya masih buruk. Menurut Tjahjo, hampir 66 persen daerah belum mampu mewujudkan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Daerah itu meliputi 34 provinsi serta 534 kota dan kabupaten.

 

Sejauh ini, baru 48 persen pemerintah daerah yang bisa mempertanggungjawabkan keuangan daerahnya dengan baik. Selebihnya masih bermasalah. Indikasinya, 416 pejabat, mulai dari kementerian sampai daerah, tersangkut masalah hukum pada 2014.

 

Daerah pun masih banyak yang belum mampu membuat skala prioritas pembangunan. Sekitar 92 persen pemerintah daerah hanya mengalokasikan 20 persen anggarannya untuk pembangunan. Sisanya, 80 persen, untuk belanja aparatur pemerintah. Idealnya, 60 persen untuk pembangunan dan 40 persen untuk aparatur.

 

Andrinof mengartikan kota cerdas sebagai kota yang tata kelolanya berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakatnya. Kebanyakan kota di Indonesia, kata Andrinof, adalah warisan pemerintah kolonial. Jadi, tantangannya adalah menata kota yang sudah ada.

 

Basuki Hadimuljono menyatakan, selama lima tahun terakhir banyak konsep pengelolaan, di antaranya kota berkelanjutan dan kota hijau. "Apa pun namanya, tujuannya kita hidup aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Syaratnya, kepemimpinan yang kuat. Sebab, semakin demokratis, semakin kuat kepemimpinan dibutuhkan," katanya.

 

Rudiantara menyatakan, Indonesia tengah mengembangkan infrastruktur internet sesuai dengan Rencana Pita Lebar Indonesia dengan jangka waktu hingga 2019. Saat itu diharapkan Indonesia bakal memiliki infrastruktur terbaik nomor dua di Asia Tenggara setelah Singapura. "Saat ini ada 3,1 juta rumah di seluruh Indonesia yang tersambung oleh kabel serat optik untuk internet kecepatan tinggi, begitu pula dengan pemberlakuan layanan 4G yang dimulai pada akhir 2014," kata Rudiantara.

 

Hendi Prio Santoso mengatakan, jaringan pipa gas yang sudah terpasang sekitar 6.000 kilometer akan terus diperluas ke sejumlah daerah di Tanah Air. Langkah ini sebagai upaya mengurangi penggunaan energi fosil di masyarakat.

 

Kepala Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan ITB Suhono Harso Supangkat yang menggagas IKCI mengatakan, pertumbuhan penduduk yang pesat memunculkan sejumlah tantangan bagi pengelolaan kota. Salah satu upaya yang dilakukan banyak kota besar di dunia untuk memantau sekaligus mengatasi permasalahan yang muncul dengan cepat adalah melalui konsep kota cerdas. "Konsep ini berarti pemimpin dan warga kota harus cerdas dalam bertindak dan segera mengeksekusi hingga selesai," katanya.

 

Sayangnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumulo yang hadir pada saat peluncuran IKCI 2015 tidak memberi penegasan kepada 98 walikota/Gubernur tentang landasan hukum inovasi daerah dengan menggunakan teknologi informasi demi mewujudkan kota cerdas. Mendagri malah “berkeluh kesah” adanya hambatan penerapan kota cerdas dengan data rendahnya kemampuan pemerintah daerah menjalankan tata kelola yang baik. Seperti ketidakmampuan mendongkrak pendapatan asli daerah.

 

Bisa jadi beberapa kepala daerah yang punya niat baik, kepemimpian yang kuat dan dipercaya dan memiliki pelbagai trobosan berupa inovasi dan pembaharuan akan ragu mewujudkan kota cerdas lantaran tidak jelasnya landasan hukumnya. Misalnya menggunakan e-symphony yang diterapkan di Singapura. Atau inovasi yang dijalankan Walikota Makasar dengan e-kelurahan, e-office dan e-puskesmas. Atau Walikota Bandung yang sudah menerapkan e-payment.

 

 

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa cakupan inovasi penggunaan teknologi informasi begitu luas. Landasan hukum Indonesia berupa hukum positif tertulis tidak mampu menjangkau begitu ragamnya inovasi yang bisa muncul. Maka yang menjadi titik tekannya adalah inovasi.

 

 

Khusus tentang inovasi telah ada landasan hukumnya dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Bab XXI bertajuk Inovasi Daerah. Dari Pasal 386 hingga Pasal 390 UU 23/2014.

 

Inovasi yang dimaksud dalam Pasal 386 adalah semua bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bentuk pembaharuan antara lain penerapan hasil ilmu pengetahuan dan teknologi dan temuan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan inovasi daerah mengacu pada prinsip : (1) peningkatan efisiensi; (2) perbaikan efektivitas; (3) perbaikan kualitas pelayanan; (4) tidak ada konflik kepentingan; (5) berorientasi kepada kepentingan umum; (6) dilakukan secara terbuka; (7) memenuhi nilai-nilai kepatutan; dan (8) dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri.

 

 

Inisiatif inovasi dapat berasal dari mana saja. Bisa dari kepala daerah, anggota DPRD, aparatur sipil negara, perangkat daerah atau anggota masyarakat. Prosedurnya segala inovasi daerah dituangkan dalam Peraturan Kepala Daerah dan dilaporkan kepada Mendagri.

 

 

Bahkan Pasal 388 ayat (11) menyatakan pemerintah pusat memberikan penghargaan dan/atau insentif kepada pemerintah daerah yang berhasil melaksanakan inovasi. Penghargaan baik diberikan kepada individu maupun perangkat daerah yang melakukan inovasi. Sebaliknya Pasal 389 menyebut “ Dalam hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan Pemerintah Daerah dan inovasi tersebut tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, aparatur sipil negara tidak dapat dipidana”.

 

 

Memang perangkat undang-undang yang ada tidak menyebut secara tegas penggunaan teknologi informasi sebagai inovasi oleh pemerintah daerah. Bahkan penerapan e-government yang saat ini diterapkan hanya bersandar pada Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003. Kalaupun ada undang-undang yang ditautkan hanya UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Belum adanya payung hukum berupa undang-undang yang secara tegas, jelas dan pasti yang mengamanatkan atau mewajibkan paling tidak melindungi pemerintah daerah melakukan pembaharuan dan inovasi di bidang teknologi informasi bisa mengakibatkan terjadi multi tafsir dan keragu-raguan.

 

 

Bahwa penerapan kota cerdas yang akan dan sedang diterapkan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia akan lebih mendorong munculnya inisiatif, trobosan, pembaharuan dan inovasi pelayanan masyarakat berbasis teknologi informasi. Namun demikian seharusnya pemerintah pusat juga memberi landasan hukum yang bersifat pasti, jelas dan menjadi legitimasi inovasi daerah yang dilahirkan. Apabila Bab XXI UU 23/2014 dianggap belum cukup memadai dan eksplisit, maka saya menganjurkan kepada pemerintah segera dibuat rancangan undang-undang tentang inovasi daerah berbasis teknologi informasi atau setidak-tidaknya diterbitkannya Peraturan Pemerintah.

 

 

Karena landasan hukum berupa Instruksi Presiden atau Keputusan Menteri Dalam Negeri, saya anggap belum cukup memadai sebagai landasan berupa produk perundang-undangan. Jangan sampai niat baik kepala daerah membuat inovasi untuk mewujudkan kota cerdas –misalnya e-budgeting—akhirnya masuk bui lantaran tidak adanya landasan hukum yang kuat.

 

Apa Itu Kota Cerdas?

Konsep Kota Cerdas atau smart city bukanlah sesuatu yang baru. Dalam konteks pemerintahan daerah sejak tahun 2011, Federasi Pembangunan Perkotaan Indonesia sudah menyelenggarakan kegiatan pemberian penghargaan berupa Smart City Award kepada pemerintahan daerah yang memenuhi indikator Kota Cerdas. Dalam tiga tahun berturut-tutut, Kota Surabaya memperoleh Smart City Award.

 

Gagasan smart city lahir dari perusahaan IBM. Sebelumnya berbagai nama sempat dibahas para ahli dunia dengan nama digital city atau smart city. Intinya smart city menggunakan teknologi informasi untuk menjalankan roda kehidupan kota yang lebih efisien. Selanjutnya IBM memperkenalkan konsep kota cerdas untuk Indonesia. Pada konsep yang dikembangkan ini, IBM menawarkan solusi berbasis teknologi informasi untuk optimalisasi layanan publik, utamanya di bidang transportasi, energi dan utilitas, pemeliharaan kesehatan, pengelolaan air bersih, keselamatan umum, layanan pemerintah dan pendidikan. Konsep kota cerdas yang menggunakan enam indikator: smart living, environment, utility, economy, mobility and people.

 

Dengan konsep kota cerdas, pemerintahan daerah didorong untuk melakukan inovasi dan pembaharuan khususnya untuk pelayanan masyarakat yang berbasis teknologi informasi. Konsep ini yang kemudian diterapkan di beberapa kota cerdas unggulan seperti Copenhagen, Seoul, Amsterdam dan Barcelona. Point penting pada konsep kota cerdas –sebagaimana definisi menurut Wikipedia – yakni uses digital technologies to enhance performance and well being.

 

Cakupan teknologi digital yang dapat diterapkan untuk pengembangan Kota Cerdas sangat luas dan tidak dibatasi. Penerapan dan aplikasi dari teknologi tersebut juga sangat bervariasi dan dapat diterapkan di semua bidang selama tujuan akhirnya tersebut tercapai.

 


Smart City dirancang untuk meningkatkan kualiatas hidup orang-orang yang tinggal di kota. Dalam prosesnya indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur pencapaian sebuah kota cerdas adalah:  

  • smart living,
  • environment (lingkungan),
  • utility (ultilitas/prasarana),
  • economy (ekonomi),
  • mobility (mobilitas),
  • people (manusia, masyarakat).

 


Keenam konsep kota cerdas ini dapat dikembangkan berdasarkan kriteria dan karakteristik kebutuhan penduduk perkotaan, yang tidak sama antara kota yang satu dengan yang lainnya. Ulasan mengenai Smart City banyak sebenarnya sudah lama “didengungkan” oleh IBM sebuah perusahaan terkemuka dunia, telah memperkenalkan konsep kota cerdas beserta enam indikator kota cerdas.

 

 

Membangun kota cerdas tentu membutuhkan prasarana penunjang seperti perangkat teknologi dan sistem informasi teknologi. Untuk mewujudkannya butuh energi yang tidak sedikit sementara sumber pasokan energi di Indonesia masih terseok-seok?. Disamping itu yang perlu dipertimbangkan atas konsep pembangunan kota adalah seberapa jauh pemerintah, akademisi, dan masyarakat mengenali dan memahami masalah kotanya. Keberhasilan kota cerdas di kota Seoul, Singapura, Amsterdam, Copenhagen, Melbourne tidak terjadi serta merta. Kota – kota ini sebelumnya telah melalui fase pembangunan kota yang sangat matang.

 

 

Kota cerdas di beberapa negara tentu sudah matang dalam penanganan masalah banjir, kemacetan, ledakan penduduk, air bersih. Ada tahapan pembangunan yang jelas, kemudian diterjemahkan sebagai konsep pembangunan, sehingga tahapan pembangunan tata kota di negara maju berlangsung secara berkelanjutan. Kemapanan ini perlu dilanjutkan dalam sebuah sistem agar tidak berhenti pada periode tertentu saja, maka lahirlah konsep smart city/kota cerdas yang menjadi konsep besar dari Sustainable city.

 

 

Jangan dilupakan bahwa kesuksesan kota cerdas di negara lain adalah karena faktor budaya. Dan budaya dimulai dari hal paling sederhana, bagaimana berjalan, dimana membuang sampah, bagaimana menjaga fasilitas publik dan bagaimana hidup seimbang dengan lingkungan. Semua pemahaman tentang budaya tersebut sudah cukup membuat kota kita semakin cerdas, kota cerdas karena masyarakatnya juga cerdas, sederhana.

 

 

Perkembangan teknologi yang semakin pintar membuat konsep smart tak hanya diterapkan pada berbagai perangkat, tetapi pada berbagai sistem atau tatanan. Salah satunya yang mencuat akhir-akhir ini adalah konsep smart city. Konsep yang disebut sebagai kota pintar ini adalah konsep yang mengetengahkan sebuah tatanan kota cerdas yang bisa berperan dalam memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat dan tepat.

 


Selain itu, konsep kota pintar ini juga memang dihadirkan sebagai jawaban untuk pengelolaan sumber daya secara efisien. Bisa dibilang, konsep kota cerdas ini adalah integrasi informasi secara langsung dengan masyarakat perkotaan.

 

Kota Cerdas adalah Kota yang menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan performance-nya, mengurangi biaya dan pemakaian konsumsi, serta untuk lebih terlibat lebih aktif dan efektif dengan warganya. Sedikitnya ada tiga faktor penilaian Kota Cerdas, yaitu cerdas ekonomi, cerdas sosial, dan cerdas lingkungan.

 

Kota dinilai cerdas secara ekonomi, apabila sebuah kota ditopang oleh perekonomian yang baik dengan memaksimalkan sumber daya atau potensi kota termasuk layanan Teknologi Informasi Komunikasi , tata kelola dan peran Sumber Daya Manusia yang baik.

 

Kota dinyatakan cerdas secara sosial, apabila masyarakat dalam sebuah kota memiliki keamanan, kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan interaksi sosial dengan sesama masyarakat ataupun dengan pemerintah .

 

Terakhir, kota dinyatakan cerdas apabila warga kotanya memiliki tempat tinggal yang layak huni, sehat, hemat dalam penggunaan energi serta pengelolaan energi dengan dukungan layanan Teknologi Informasi Komunikasi, pengelolaan dan peran Sumber Daya Manusia yang baik.

 

Apa Saja Manfaat Pemeringkatan Kota Cerdas Indonesia?

Dalam pengembangannya, Kota Cerdas bermanfaat bagi kota dan warga kota yang mendiaminya, negara, dan pihak-pihak pengusaha yang terkait di dalamnya. Bagi kota dan warganya, pemeringkatan Kota Cerdas bermanfaat untuk mendapatkan gambaran mengenai kesiapan inisiatif Kota Cerdas.

 

Bagi Indonesia, secara umum, pemeringkatan Kota Cerdas bermanfaat untuk mendapatkan gambaran seberapa besar kesiapan dan daya dukung kota-kota di Indonesia dalam meningkatkan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan, bagi pihak-pihak pengusaha, pemeringkatan Kota Cerdas bermanfaat untuk mendapatkan gambaran secara umum kota-kota yang potensial untuk berinvestasi.

 

Siapa Saja yang Menjadi Peserta Pemeringkatan Kota Cerdas?

Seluruh kota anggota APEKSI (Asosiasi Pemerinta Kota Seluruh Indonesia) merupakan peserta Pemerintangan Kota Cerdas Indonesia 2015. Selain itu juga, akan dilakukan pengukuran terhadap kota administratif Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Namun, kelima kota administratif tersebut tidak diikut-sertakan dalam pengukuran pemeringkatan ini.

 

Kota-kota peserta Pemeringkatan Kota Cerdas 2015 dibagi dalam 3 kategori, yaitu kota berpenduduk lebih dari 1 Juta Jiwa, kota berpenduduk 200 Ribu sampai dengan 1 Juta Jiwa, dan kota berpenduduk kurang dari 200 Ribu Jiwa.

 

Bagaimana Proses Pemeringkatan Kota Cerdas 2015 ini Dilakukan?

Harian Kompas dan Perusahaan Gas Negara (PGN) bekerjasama dengan ITB untuk melakukan Pemerinngaktan Kota Cerdas 2015 ini. Di akhir periode pemeringkatan, akan dipililh 15 Kota Cerdas terbaik. Metoda yang digunakan adalah Kompas–ITB Smart City Model (KISCM) yang dikembangkan oleh ITB dan Kompas. Model ini akan menilai tingkat kematangan (maturity) setiap kota dari tiga aspek yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Setiap aspek ini terdiri dari masing-masing parameter yang berpengaruh pada teknologi, proses, dan manusia yang tinggal dan bermukim di kota tersebut.

 

Tahapan pengukurannya yang dilakukan, sebagai berikut :

  1. Self assessment melalui form elektronik dan pengumpulan data sekunder.
  2. Verifikasi terhadap data yang masuk untuk mendapatkan 15 kota kandidat.
  3. Validasi lapangan dengan melibatkan unsur masyarakat dari 15 kota terpilih.