Pacu Geliat Perekonomian Nasional, Pemerintah Luncurkan Paket Kebijakan Ekonomi IX & X
Dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan pergerakan pembangunan perekonomian nasional Pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid IX. Paket kebijakan jilid IX ini bertumpu pada percepatan pembangunan infrastruktur tenaga listrik, stabilisasi harga daging, dan peningkatan sektor logistik desa-Kota.
Sebagai informasi, pemerintah telah mengumumkan delapan paket kebijakan, di mana paket kebijakan yang terfokus pada tiga langkah, yakni mendorong daya saing industri nasional, mempercepat proyek strategis nasional, dan meningkatkan investasi di sektor properti.
Paket kebijakan kedua berupa deregulasi dan debirokratisasi peraturan untuk mempermudah investasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).
Paket kebijakan ketiga ini mencakup tiga wilayah kebijakan, yakni penurunan tarif listrik dan harga BBM serta gas, perluasan penerima kredit usaha rakyat (KUR), penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.
Paket kebijakan keempat adalah kebijakan lebih difokuskan pada persoalan upah buruh, kredit usaha rakyat (KUR), hingga lembaga pembiayaan ekspor.
Paket kebijakan kelima adalah memuat pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) untuk perusahaan yang melakukan revaluasi aset dan menghilangkan pajak berganda dana investasi real estate, properti, dan infrastruktur.
Paket kebijakan keenam adalah memuat soal insentif untuk kawasan ekonomi khusus (KEK), pengelolaan sumber daya air dan penyederhanaan izin impor bahan baku obat dan makanan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Paket kebijakan ketujuh adalah kebijakan yang berkaitan dengan industri padat karya dan masalah agraria tentang percepatan kemudahan dalam penerbitan sertifikat tanah.
Paket kebijakan kedelapan, yakni kebijakan yang menitikberatkan pada percepatan pembangunan kilang minyak dan insentif bagi perusahaan pemeliharaan pesawat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyatakan pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Selain demi memenuhi kebutuhan listrik untuk rakyat, pembangunan infrastruktur ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi.
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI IX
Pemerintah menargetkan kapasitas listrik terpasang di Indonesia mencapai 53 gigawatt (GW) dengan energi terjual mencapai 220 triliunwatthour (TWh) sampai 2015. Sedangkan rasio elektrifikasi saat ini sebesar 87,5 persen.
Untuk mencapai rasio elektrifikasi hingga 97,2 persen pada 2019, diperlukan pertumbuhan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sekitar 8,8 persen per tahun. "Ini berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun dengan asumsi elastisitas 1,2," kata Darmin.
Untuk mengejar target tersebut, lanjut dia, diperlukan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berupa penugasan kepada PT PLN (Persero). Dengan adanya Perpres ini, PLN akan memiliki dasar hukum yang kuat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.
Pemerintah akan mendukung berbagai langkah PLN seperti menjamin penyediaan energi primer, kebutuhan pendanaan dalam bentuk PMN dll. Juga fasilitas pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), penyederhanaan perizinan melalui PTSP, penyelesaian konflik tata ruang, penyediaan tanah serta penyelesaian masalah hukum, serta pembentukan badan usaha tersendiri yang menjadi mitra PLN dalam penyediaan listrik.
Namun PLN juga wajib mengutamakan penggunaaan barang/jasa dalam negeri melalui proses pengadaan yang inovatif. Misalnya pengadaan secara openbook, pemberian preferensi harga kepada penyedia barang/jasa dengan tingkat kandungan dalam negeri yang tinggi, serta penerapan pengadaan yang memungkinkan pabrikan-pabrikan dalam negeri menyediakan komponen untuk sistem pembangkit listrik.
Stabilisasi Pasokan dan Harga Daging Sapi
Selain listrik, yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi IX adalah kebijakan tentang pasokan ternak dan/atau produk hewan dalam hal tertentu. Kebijakan ini didasari kebutuhan daging sapi dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Pada 2016 ini, misalnya, kebutuhan nasional adalah 2,61 perkapita sehingga kebutuhan nasional setahun mencapai 674,69 ribu ton atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi,” papar Darmin.
Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi oleh peternak dalam negeri, karena produksi sapi hanya mencapai 439,53 ribu ton per tahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Jadi terdapat kekurangan pasokan yang mencapai 235,16 ribu ton yang harus dipenuhi melalui impor.
Pemerintah sebenarnya telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pasokan atau produksi daging sapi dalam negeri. Antara lain melalui upaya peningkatan populasi, pengembangan logistik dan distribusi, perbaikan tata niaga sapi dan daging sapi, dan penguatan kelembagaan melalui Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Namun karena upaya tersebut memerlukan waktu perlu dibarengi pasokan dari luar negeri untuk menutup kekurangan yang ada.
Mengingat terbatasnya jumlah negara pemasok,pemerintah Indonesia perlu memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE) untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.
Untuk itu, Menteri Pertanian akan menetapkan negara atau zona dalam suatu negara, unit usaha atau farm untuk pemasukan ternak dan/atau produk hewan berdasarkan analisis resiko dengan tetap memperhatikan ketentuan OIE.
Dengan demikian, pemasukan ternak dan produk hewan dalam kondisi tertentu tetap bisa dilakukan, seperti dalam keadaan bencana, kurangnya ketersediaan daging, atau ketika harga daging sedang naik yang bisa memicu inflasi dan mempengaruhi stabilitas harga.
Jenis ternak yang dapat dimasukkan berupa sapi atau kerbau bakalan, sedangkan produk hewan yang bisa didatangkan berupa daging tanpa tulang dari ternak sapi dan/atau kerbau. Kebijakan ini diharapkan mampu menstabilisasi pasokan daging dalam negeri dengan harga yang terjangkau dan kesejahteraan peternak tetap meningkat.
Sektor Logistik, dari Desa ke Pasar Global
“Sektor logistik perlu dibenahi demi meningkatkan efisiensi dan daya saing serta pembangunan konektivitas ekonomi desa-kota,” ujar Darmin. Lima jenis usaha yang dideregulasi, yakni:
- Pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial.
Menyelaraskan ketentuan tentang besaran tarif untuk mendorong efisiensi jasa pelayanan pos. Ini dilatari adanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2015 yang menetapkan besaran tarif jasa pos komersial harus lebih tinggi dari tarif layanan pos universal yang ditetapkan pemerintah.
Ketentuan ini dinilai membatasi persaingan pelaku penyelanggara pos komersial. Perubahan ini diharapkan mampu mendorong daya saing dan perluasan layanan usaha jasa kiriman yang dapat meningkatkan kegiatan logistik desa-kota secara efisien.
- Penyatuan pembayaran jasa-jasa kepelabuhanan secara elektronik (single billing).
Menyatukan pembayaran jasa-jasa kepelabuhanan secara elektronik (single billing) oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengoperasikan pelabuhan. Ini sebagai penegasan pelaksanaan Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2013 tentang Panduan Penyusunan Pengelolaan Teknologi Informasi BUMN.
Selama ini pelaku usaha yang menggunakan jasa kepelabuhan umumnya masih melakukan pembayaran secara parsial dan belum terintegrasi secara elektronik. Ini berdampak terhadap lamanya waktu pemrosesan transaksi (20 persen dari lead time) di pelabuhan. Melalui penyatuan pembayaran secara elektronik ini, efisiensi biaya dan waktu untuk memperlancar arus barang di pelabuhan akan bisa lebih ditingkatkan.
- Sinergi BUMN membangun agregator/konsolidator ekspor produk UKM,geographical inidications, daneEkonomi kreatif.
Melalui BUMN, pemerintah ingin membuka peluang lebih besar kepada UKM, terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Selama ini beragam produk UKM, produk khas daerah, dan produk kreatif masyarakat masih sulit memenuhi ketentuan dan dokumen yang diperlukan ketika hendak mengekspor produknya.
Produk-produk yang memiliki keunggulan tertentu itu misalnya furnitur, baju muslim, makanan tradisional siap saji, perhiasan, geographical indications (akar wangi, gambir dan sejenisnya), dan ekonomi kreatif (film, musik, tenun, rajutan, dan sebagainya).
Untuk itu perlu ada sinergi, terutama di Badan Usaha Milik Negara, yang bertindak sebagai agregator/konsolidator ekspor hingga ke tingkat eceran. Pokok kebijakan yang dikeluarkan berupa penugasan Menteri BUMN kepada BUMN logistik agar bersinergi dengan BUMN lainnya untuk membangun agregator/konsolidator bagi produk/komoditi ekspor UKM, geographical indications, dan ekonomi kreatif.
Upaya ini diharapkan mampu mendorong kreativitas dan perluasan kegiatan ekonomi masyarakat dalam menciptakan nilai tambah produk UKM dan produk unggulan daerah yang berdampak langsung terhadap ekonomi pedesaan. Sekaligus untuk meningkatkan konektivitas ekonomi desa-kota serta ekspor Indonesia ke pasar ASEAN dan global.
- Sistem pelayanan terbadu kepelabuhan secara elektronik.
Indonesia saat ini sudah memiliki Portal Indonesia National Single Window (INSW) yang menangani kelancaran pergerakan dokumen ekspor impor. Portal Indonesia National Single Window (INSW) sudah diterapkan di 16 pelabuhan laut dan 5 bandar udara di Indonesia.
Efektifitas Portal INSW dalam rangka penyelesaian dokumen kepabeanan belum didukung oleh sistem informasi pergerakan barang di pelabuhan yang terintegrasi (inaportnet), seperti yard planning system, kepabeanan, delivery order, trucking company, hingga billing system.
Karena belum terpadunya pergerakan barang dan dokumen di pelabuhan maka berpengaruh terhadap lead time barang yang selanjutnya akan berdampak pada dwelling time di pelabuhan.yang berdampak pada kelancaran arus barang dan dwelling time inilah maka perlu pengembangan-pengembangan port system menjadi inaportnet yang terintegrasi ke dalam INSW.
- Penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi kegiatan transportasi.
Pembayaran beberapa kegiatan logistik seperti transportasi laut dan pergudangan masih menggunakan tarif dalam bentuk mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan besaran kurs yang ditentukan oleh masing-masing pemberi jasa (tidak ada acuan kurs).
Pada umumnya ketentuan kurs yang digunakan di atas kurs Bank Indonesia. Untuk itu diperlukan kepastian tarif dalam bentuk mata uang rupiah dengan merevisi Instruksi Menteri Perhubungan nomor 3 tahun 2014
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI X
Melanjutkan kebijakan ekonomi sebelumnya yang lebih fokus kepada percepatan pembangunan infrastruktur tenaga listrik, stabilisasi harga daging, dan peningkatan sektor logistik desa-Kota, kebijakan ekonmi jilid X ini merambah pada Memperlonggar Investasi Sekaligus Meningkatkan Perlindungan Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi.
Implikasi dari paket kebijakan tersebut, Pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau yang lebih dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (DNI).
Dalam konferensi pers saat mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi X di Istana Kepresidenan, Jakarta (11/2), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, ke-19 bidang usaha itu tercakup dalam kegiatan jenis usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana/madya dan/atau resiko kecil/sedang dan/atau nilai pekerjaan kurang dari Rp 10 milyar.
Dalam DNI sebelumnya, dipersyaratkan adanya saham asing sebesar 55% di bidang-bidang usaha seperti jasa pra design dan konsultasi, jasa design arsitektur, jasa administrasi kontrak, jasa arsitektur lainnya,dan sebagainya.
Selain itu terdapat 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK diperluas nilai pekerjaanya dari semula sampai dengan Rp 1 miliar menjadi sampai dengan Rp 50 miliar. Kegiatan itu mencakup jenis usaha jasa konstruksi, seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, bangunan sarana kesehatan, dan lain-lain.
Menurut Darmin, untuk memperluas kegiatan usaha UMKMK itu dilakukan reklasifikasi dengan menyederhanakan bidang usaha. Misalnya 19 bidang usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi dijadikan 1 jenis usaha. “Karena itu jenis/bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK menjadi lebih sederhana dari 139 menjadi 92 kegiatan usaha,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, ke-19 bidang usaha tersebut tercakup dalam kegiatan jenis usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana/madya dan/atau resiko kecil/sedang dan/atau nilai pekerjaan kurang dari Rp10 miliar.
Selain itu, terdapat 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK diperluas nilai pekerjaanya, dari semula sampai dengan Rp1 miliar menjadi sampai dengan Rp50 miliar. Kegiatan itu mencakup jenis usaha jasa konstruksi, seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, bangunan sarana kesehatan, dan lain-lain.
Untuk memperluas kegiatan usaha UMKMK, pemerintah juga melakukan reklasifikasi dengan menyederhanakan bidang usaha. Ia mencontohkan, 19 bidang usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi disederhanakan menjadi satu jenis usaha. “Karena itu, jenis/bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK menjadi lebih sederhana, dari 139 menjadi 92 kegiatan usaha,” katanya dalam konferensi pers saat mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi X di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Di sisi lain, pemerintah menambah bidang usaha untuk kemitraan yang ditujukan agar Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) bekerja sama dengan UMKMK. Dari semula 48 bidang usaha, melalui revisi Perpres ini, ada tambahan 62 bidang usaha, sehingga total menjadi 110 bidang usaha.
Selain itu, terdapat 35 bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI. Bidang-bidang usaha tersebut antara lain industri crumb rubber; cold storage; pariwisata (restoran; bar; kafe; usaha rekreasi, seni, dan hiburan: gelanggang olah raga); industri perfilman; penyelenggara transaksi perdagangan secara elektronik (market place) yang bernilai Rp100 miliar ke atas; pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi; pengusahaan jalan tol; pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya; dan industri bahan baku obat.
Hal penting lainnya adalah hilangnya rekomendasi pada 83 bidang usaha, antara lain hotel (non bintang, bintang satu, bintang dua); motel; usaha rekreasi, seni, dan hiburan; biliar, bowling, dan lapangan golf. Revisi DNI juga membuka 20 bidang usaha untuk asing dengan besaran saham tertentu, yang sebelumnya 100 persen PMDN.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, selain meningkatkan perlindungan terhadap UMKMK, revisi DNI ini juga dilakukan untuk memotong mata rantai pemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian, harga barang dapat ditekan menjadi semakin murah untuk mengantisipasi era persaingan dan kompetisi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Sedangkan untuk kemitraan yang ditujukan agar Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) yang semula 48 bidang usaha, bertambah 62 bidang usaha sehingga menjadi 110 bidang usaha.
Bidang usaha itu antara lain: usaha perbenihan perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet, dan sebagainya. UMKMK juga tetap dapat menanam modal, baik di bidang usaha yang tidak diatur dalam DNI maupun bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan lainnya.
Sudah Dibahas Sejak Tahun Lalu
“Perubahan Daftar Negatif Investasi ini telah dibahas sejak 2015, dan sudah melalui sosialisasi, uji publik, serta konsultasi dengan Kementerian/Lembaga, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Darmin.
Darmin menjelaskan, selain meningkatkan perlindungan terhadap UMKMK, perubahan DNI ini dilakukan juga untuk memotong mata rantai pemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian harga-harga bisa menjadi lebih murah, misalnya harga obar dan alat kesehatan. Mengantisipasi era persaingan dan kompetisi Indonesia yang sudah memasuki MEA.
Selain membuka lapangan kerja dan memperkuat modal untuk membangun, perubahan ini juga untuk mendorong perusahaan nasional agar mampu bersaing dan semakin kuat di pasar dalam negeri maupun pasar global. Kebijakan ini bukanlah liberalisasi tetapi upaya mengembangkan potensi geopolitik dan geo-ekonomi nasional, antara lain dengan mendorong UMKMK dan perusahaan nasional meningkatkan kreativitas, sinergi, inovasi, dan kemampuan menyerap teknologi baru dalam era keterbukaan.
Dalam kebijakan baru ini, sebanyak 35 bidang usaha, antara lain: industri crumb rubber; cold storage; pariwisata (restoran; bar; cafe; usaha rekreasi, seni, dan hiburan: gelanggang olah raga); industri perfilman; penyelenggara transaksi perdagangan secara elektronik (market place) yang bernilai Rp.100 milyar ke atas; pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi; pengusahaan jalan tol; pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya; industri bahan baku obat, dikeluarkan dari DNI.
Hal penting lainnya adalah hilangnya rekomendasi pada 83 bidang usaha, antara lain Hotel (Non Bintang, Bintang Satu, Bintang Dua); Motel; Usaha Rekreasi, Seni, dan Hiburan; Biliar, Bowling, dan Lapangan Golf.
Revisi DNI juga membuka 20 bidang usaha untuk asing dengan besaran saham tertentu, yang sebelumnya PMDN 100%. Bidang usaha itu antara lain jasa pelayanan penunjang kesehatan (67%), angkutan orang dengan moda darat (49%); industri perfilman termasuk peredaran film (100%); instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi (49%).
Perubahan komposisi saham PMA dalam DNI adalah:
30% sebanyak 32 bidang usaha, yaitu antara lain budi daya hortikultura, perbenihan hortikulutura, dan sebagainya. Tidak berubah karena mandat UU. 33% sebanyak 3 bidang usaha, yaitu distributor dan pergudangan meningkat menjadi 67%, serta cold storage meningkat menjadi 100%.
49% sebanyak 54 bidang usaha, dimana 14 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti: pelatihan kerja, biro perjalanan wisata, lapangan golf, jasa penunjang angkutan udara, dsb); dan 8 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti: sport center, laboratorium pengolahan film, industri crumb rubber, dsb); serta 32 bidang usaha tetap 49%, seperti fasilitas pelayanan akupuntur.
51% sebanyak 18 bidang usaha, dimana 10 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti: museum swasta, jasa boga, jasa konvensi, pameran dan perjalanan insentif, dsb); dan 1 bidang usaha meningkat menajdi 100%, yaitu restoran; serta 7 bidang usaha tetap 51%, seperti pengusahaan pariwisata alam.
55% sebanyak 19 bidang usaha, dimana semuanya bidang usaha meningkat menjadi 67%, yaitu jasa bisnis/jasa konsultansi konstruksi dengan nilai pekerjaan diatas Rp. 10.000.000.000,00.
65% sebanyak 3 bidang usaha, dimana 3 bidang usaha meningkat menjadi 67%, seperti penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi, dsb.
85% sebanyak 8 bidang usaha, dimana 1 bidang usaha meningkat menjadi 100%, yaitu industri bahan baku obat; dan 7 bidang usaha lainnya tetap karena UU, seperti sewa guna usaha, dsb.
95% sebanyak 17 bidang usaha, dimana 5 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti: pengusahaan jalan tol, pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi/tes laboratorium, dsb); dan 12 bidang usaha tetap 95% karena UU seperti usaha perkebunan dengan luas 25 ha atau lebih yang teritegrasi dengan unit pengolahan dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu, dsb.
Pemerintah Daerah Pro Aktif Jalankan Kebijakan
Sehubungan dengan keluarnya paket kebijakan IX dan X, diharapkan peran serta dan kontribusi masing-masing Pemeirntah Daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia. Kontribusi dan peran serta tersebut disesuaikan dengan kewenangan masing-masing.
Peran Pemda semakin penting untuk menopang perekonomian nasional, ada beberapa komponen yang mendukung yakni desentralisasi fiskal, transfer anggaran ke daerah tahun 2016 ini naik sekitar 10,4 persen menjadi Rp700,4 triliun.
Meningkatnya anggaran itu harus dikelola dengan baik sehingga penyaluran ke sektor-sektor pembangunan lebih baik yang akhirnya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah. Jangan lagai terjadidana transfer pemerintah pusat baru digunakan menjelang akhir tahun oleh Pemda. Kondisi ini kerap kali terjadi yang mana dapat dilihat dari penempatan likuiditas Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Bank Indonesia (BI) menjelang akhir tahun selalu mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir. Diharapkan, Pemda lebih atraktif dalam menyerap anggaran.
Pada bulan Desember 2013, penempatan likuiditas BPD di instrumen Bank Indonesia mencapai titik terendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, yakni sebesar Rp31,6 triliun. Hal yang sama juga terjadi pada Desember 2014, di level RP39,1 triliun. Pada 2015 ini, penempatan likuiditas BPD di Bank Indonesia per September 2015 sebesar Rp67 triliun. Diperkirakan menjelang akhir tahun penempatan likuiditas BPD di BI akan menurun seperti tahun sebelumnya.
Pada tahun 2016 ini Pemrintah Pusat mengharapkan pemerintah daerah dapat menyerap anggaran lebih cepat guna mendukung pembangunan daerah. Apabila pemerintah daerah masih lamban dalam menyalurkan dana, dikhawatirkan dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi nantinya.
Disisi lain diharapkan Bank Indonesia dapat memangkas tingkat suku bunga acuan (BI rate) sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 7 persen pada tahun 2016 mendatang demi mendukung laju pertumbuhan ekonomi nasional. Walaupun suku bunga AS pada tahun 2016 ini diproyeksikan menaik menjadi 1 persen, BI rate di level 7 persen investor masih memandang atraktif. Apalagi, Indonesia masih berada pada peringkat 'investment grade' (layak investasi), masih kompetitif dengan negara serupa seperti Brasil dan Turki. Kedua negara itu harus menjaga 'interest rate' karena risiko yang tinggi menyusul peringkat yang diturunkan oleh Fitch Rating.
Sementara itu, perusahaan Reksadana Credit Suisse menilai perekonomian Indonesia pada 2016 ini akan lebih baik dibandingkan 2015 dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 5,2 persen. Dengan paket-paket kebijakan ekonomi pemerintah yang baru akan terasa pada tahun depan, diprediksikan PDB di tahun depan akan bertumbuh 5,2 persen, lebih tinggi dari konsensus (pernyataan rata-rata) yang menyatakan peningkatan sebesar 4,9 persen. Pasar Indonesia juga diharapkan membaik seiring pemulihan ekonomi tahun depan.
Selain itu, Credit Suisse juga memproyeksikan Index Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai level 5.300 pada akhir 2016 atau meningkat hampir 20 persen dari level saat ini. Menurunnya permintaan komoditas, investasi asing yang stagnan serta konsumsi domestik yang melambat tersebut, lanjut dia, telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan PDB dari prediksi sebelumnya menjadi 4,6 persen pada 2015, sehingga nilai IHSG pun menurun sebesar lebih dari 16 persen secara year to date.