Skip to content

Penerapan Pelayanan Anti diskriminasi pada Rumah Sakit Sultan Syarif Muhammad Al Kadrie Pontianak

Penerapan Pelayanan Anti diskriminasi pada  Rumah Sakit Sultan Syarif Muhammad Al Kadrie Pontianak

Diskriminasi pelayanan di rumah sakit masih banyak dirasakan oleh pasien. Hal ini dipandang masih sangat merugikan karena tidak sesuai dengan amanat UU Nomor 44 Tahun 2009 serta UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

Pelayanan rumah sakit pada saat ini merupakan sebuah paradoks. Sebagian besar pelayanan rumah sakit di negeri ini, membeda-bedakan pelayanan kepada pasien menurut kelas pelayanan, tergantung kemampuan finansial pasien. Pelayanan rumah sakit dibedakan menjadi kelas Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III. Akibat dari perbedaan kelas ini, maka pelayanan kelas III akan berbeda dengan kelas diatasnya (diskriminasi), sehingga pasien kelas III (masyarakat miskin) seringkali ditelantarkan.

Hal ini dapat dipahami karena perbedaan kelas tersebut akan mempengaruhi perbedaan jasa pelayanan yang diterima rumah sakit. Mengapa bisa begitu banyak kelas?. Karena rumah sakit pemerintah sudah lama diselenggarakan untuk memenuhi berbagai kepentingan, bahkan ada yang untuk mengisi pendapatan daerah atau rumah sakit telah berubah orientasi dari sosial ke bisnis. Dengan adanya Pelayanan antidiskriminasi maka semua kalangan masyarakat dapat menikmati pelayanan yang sama.

Kondisi di atas jelas tidak sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit, pada pasal 29 ayat (1) huruf b bahwa  “Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskiriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai standar pelayanan Rumah Sakit”. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pada Bab II Pasal 4 menyebutkan bahwa ”penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipasi, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan”.

Berdasarkan beberapa hal di atas, maka Pemerintah Kota Pontianak mengembangkan konsep pelayanan pada rumah sakit yang baru di bangun dengan Pelayanan Antidiskriminasi atau yang lebih dikenal pelayanan tanpa kelas.

Konsep Rumah Sakit dengan pelayanan antidiskriminasi atau yang lebih dikenal pelayanan tanpa kelas digagas oleh Bapak Walikota Pontianak H. Sutarmidji, SH, M.Hum. Untuk pelaksanaan dan penerapan konsep pelayanan antidiskriminasi, diperlukan dukungan dan kesadaran seluruh karyawan rumah sakit yaitu manajemen, staf medik, keperawatan, dan seluruh staf pendukung lainnya.

Dengan konsep pelayanan antidiskriminasi saat ini semua menyadari bahwa pelanggan rumah sakit sebagian besar adalah masyarakat tidak mampu (miskin), sehingga budaya kerja karyawan rumah sakit harus didasarkan pada nilai-nilai dasar, keyakinan dasar dan komitmen untuk memberikan pelayanan yang memuaskan semua pihak. Dukungan Pemerintah Daerah Kota Pontianak dari aspek pembiayaan untuk operasional rumah sakit dan gaji pegawai  cukup besar mengingat rumah sakit ini bersifat nirlaba.

Pelayanan rumah sakit antidiskriminasi atau pelayanan tanpa kelas yang dikembangkan pada RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak pada saat ini adalah berupa pelayanan/tindakan medis yang dilaksanakan berdasarkan jenis penyakit dan  berat ringannya penyakit tersebut, bukan pada kemampuan finasial pasien serta pelayanan medis sama untuk semua pasien  berdasarkan standar prosedur operasional (SPO) pelayanan.

Jika rumah sakit hanya mempunyai kelas III, maka hal ini juga akan menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap masyarakat yang mampu atau ingin kelas yang baik. Bahkan pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional saat ini, dimungkinkan masyarakat memilih kelas II atau I, sehingga  ke depan Pemerintah Kota Pontianak akan membangun kelas perawatan kelas VIP, I dan II dengan proporsional.

Dengan demikian difinisi operasional Pelayanan Tanpa Kelas  adalah Pelayanan RS dibedakan hanya pada fasilitas dan akomodasi kamar, tidak membedakan jasa pelayanan, tidak dibedakan jasa sarana dan jasa pelayanan untuk tindakan/ operasi/ pemeriksaan penunjang lain. Konsep pelayanan antidiskriminasi tersebut diharapkan pelayanan pada RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak : tidak diskiriminatif dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien, sesuai dengan standar, profesional,  tepat waktu dan cepat, mudah dan terjangkau”. 

Strategi untuk mewujudkan pelayanan rumah sakit antidiskriminasi/tanpa kelas meliputi penetapan kebijakan, program operasional dan kegiatan atau aktifitas dengan memperhatikan sumber daya organisasi serta keadaan lingkungan yang dihadapi, sebagai berikut:

  • Komitmen yang kuat dari Walikota Pontianak dan jajaran manajemen, bahwa rumah sakit ini di bangun untuk memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya kepada masyarakat miskin.
  • Penyusunan Standar Pelayanan Kedokteran, Standar Prosedur Operasi, Clikical Pathway serta alur pelayanan.
  • Dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi Rumah Sakit, hanya terdapat satu kelompok tarif jasa pelayanan dan tindakan serta pemeriksaan penunjang.
  • Pembagian kamar perawatan berdasarkan jenis penyakit, kelompok gender dan usia. Kemar perawatan meliputi: ruang perawatan anak, dewasa laki-laki, dewasa perempuan, penyakit menular, kebidanan dan kandungan.
  • Pembagian kelompok perawat menjadi 2 kelompok yang bertanggung-jawab terhadap perawatan pasien menurut jenis penyakit dan ruang perawatan.

Sebagaimana diketahui bahwa pada sebagian besar rumah sakit, pengelompokan kelas perawatan biasanya berdasarkan jenis spesialisasinya (bedah, penyakit dalam, anak dan sebagainya). Karena tingkat kompetensi asuhan keperawatan akan berbeda sesuai jenis penyakit tersebut. Dengan demikian asuhan keperawatan penyakit bedah akan berbeda dengan penyakit dalam, maupun penyakit lainnya (anak, syaraf, THT, mata dan seterusnya).

Untuk meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan maka diadakan pelatihan yang dilaksanakan di RS. Dengan konsep pelayanan antidiskriminasi yang dilaksanakan pada RSUD Kota Pontianak ini, setiap perawat mesti menguasai dan memiliki kompetensi untuk melaksanakan asuhan keperawatan terhadap semua kelompok penyakit. Untuk mencapai tingkat kompetensi tersebut perlu proses pendidikan dan pelatihan, serta pengalaman perawat yang bertugas.

Sebagai rumah sakit pemerintah dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) dan sebagian masih berasal dari pemerintah yaitu pemerintah pusat, provinsi dan yang paling dominan berasal dari APBD Pemerintah Kota Pontianak. PPK BLUD merupakan sebuah konsep pengelolaan keuangan yang memberikan kuasa sepenuhnya kepada rumah sakit untuk mengelola pendapatannya dengan tujuan fleksibelitas dan efisiensi sehingga pelayanan diharapkan dapat diberikan secara maksimal. Saat ini PPK BLUD pada RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak mengutamakan pembiayaan yang langsung berhubungan dengan pasien seperti, penyediaan makan minum pasien dan pembelian obat-obatan.

Peningkatan jumlah kunjungan rawat jalan, rawat inap dan IGD membuktikan bahwa rumah sakit ini telah dimanfaatkan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Pontianak dan di luar Kota Pontianak. Hal ini dapat diketahui dari peningkatan jumlah kunjungan rawat jalan pada tahun 2013 sebesar 446, kunjungan, tahun 2014 sebesar 34.156 kunjungan dan terjadi peningkatan pada tahun 2015 sejumlah 49.635 kunjungan.  

Jumlah pasien rawat inap pada tahun 2014 sebanyak 5.160 pasien. Dan terjadi peningkatan di tahun 2015 sebanyak 6.393 kunjungan. Kunjungan IGD tahun 2014 sebanyak 11.497, pada tahun 2015 sebanyak 15.662 kunjungan. Berdasarkan suvey Indeks Kepuasan Masyarakat di rumah sakit yang dilakukan pada tahun 2014 sebesar 75,58 data kepuasan    dan ditahun 2015 sebesar 77,26 yang berarti pelayanan  RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak masuk dalam kategori baik.

Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajerial yang bertujuan untuk mengetahui berkembangan, kemajuan dan keberhasilan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinya, sehingga  tujuan organisasi dapat dicapai. Bentuk monitoring yang secara rutin dilaksanakan antara lain :

  1. Melaksanakan pertemuan 1 bulan sekali (coffee morning Senin) peserta adalah unsur manajemen dengan kepala ruangan dan kepala instalasi.
  2. Pertemuan antara manajemen dengan komite medis
  3. Rapat internal manajemen, dengan peserta direktur, kepala bidang/ bagian dan kepala seksi/ sub bagian.
  4. Mekanisme keluhan dan saran pelanggan (kotak saran)
  5. Laporan bulanan bagian keuangan, untuk mengetahui jumlah pasien yang tidak membayar.

Sedangkan evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan rumah sakit yang merupakan salah satu indikator keberhasilan pelayanan di rumah sakit. Kepuasan pelanggan rumah sakit diketahui dengan mengukur indeks kepuasan pelanggan yang diketahui dengan cara melaksanakan survey secara berkala.

Dalam implementasi konsep tersebut terdapat kendala dalam pelaksanaannya, sebagai berikut.

  1. Perawat sebagai ujung tombak pelayanan rawat inap belum menguasai semua aspek asuhan keperawatan dari semua spesialisasi yang ada yaitu bedah, penyakit dalam, anak, syaraf, mata dan THT. Solusi untuk mengatasi masalah ini dengan cara  pembagian kelompok tenaga perawat menjadi 2 yaitu kelompok bedah dan non bedah, pelatihan di tempat kerja, monitoring dan supervisi, penugasan dokter umum sebagai dokter rawat inap 24 jam (3 shift).
  2. Dengan konsep pelayanan antidiskriminasi atau pelayanan tanpa kelas, maka seluruh jasa pelayanan yang diterima staf medis adalah sama untuk semua pasien. Dengan demikian pendapatan staf medis (take home pay) cukup rendah karena tidak ada cross subsidi dari pasien di kelas yang lebih tinggi. Untuk tetap meningkatkan motivasi kerja karyawan rumah sakit khususnya staf medis, maka Pemerintah Kota Pontianak memberikan insentif di luar gaji sebagai tambahan penghasilan pegawai (TPP), rumah dinas dan mobil dinas bagi dokter spesialis.

Komitmen Pemerintah Kota Pontianak terutama Walikota Pontianak untuk mempertahankan dan melanjutkan konsep pelayanan rumah sakit ini merupakan modal yang sangat penting. Regulasi konsep ini harus segera dibuat, dalam bentuk peraturan daerah atau peraturan walikota, agar pelaksanaannya mempunyai dasar yang kuat.

Dengan adanya regulasi, maka  perencanaan dan pengalokasian sumber daya akan lebih kuat dalam upaya kelanjutan program ini.Konsep rumah sakit dengan pelayanan antidiskriminasi sangat di mungkinkan untuk diterapkan pada rumah sakit lain terutama pada rumah sakit pemerintah, sebagai wujud tanggung jawab pemerintah dalam pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit. Salah satu hal yang paling sensitive dan kritis dari konsep ini adalah pendapatan dari jasa pelayanan staf medis. Untuk mengatasi masalah ini, harus ada insentif khusus untuk staf medis, sehingga kinerja staf medis (dokter spesialis) tetap tinggi.

Konsep ini sangat tepat untuk diterapkan pada saat ini berkenaan dengan kebijakan pemerintah tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah dilaksanakan pada Januari 2014 ini, menuju universal coverage Tahun 2019. Dengan JKN maka kebutuhan ruang pelayanan kelas III akan sangat tinggi, tetapi bukan berarti kelas III ini merupakan kelas tidak standar (bermutu). Oleh karena itu istilah kelas III ini lebih tepat disebut kelas standar.

Ketika pemerintah menjamin pelayanan bebas biaya untuk orang tidak mampu dan JKN mulai diterapkan, kebutuhan akan kelas tiga akan makin besar. Oleh karena itu, dalam rangka menyiapkan jaminan kesehatan semesta, rumah sakit pemerintah perlu mengubah strategi, yaitu mengubah kelas 3 menjadi kelas standar. Kelas standar adalah kelas pelayanan bermutu standar, tetapi juga setara 100% biaya, sehingga kalau dipergunakan, rumah sakit tidak dibebani mencari tambahan untuk menutupi biayanya. Tentunya 100% biaya ini memperhitungkan honor yang sesuai bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pemerintah. Dengan sendirinya, honor tenaga kesehatan yang bekerja di sektor pemerintah tidak bisa disamakan dengan sektor swasta, namun jangan berbeda jauh seperti sekarang ini.

Dengan konsep pelayanan antidiskriminasi atau pelayanan tanpa kelas yang telah diterapkan pada RSUD Sultan Syarif Mohamad Mohamad Alkadrie Kota Pontianak, dapat disimpulkan beberapa pembelajaran positip maupun negative, sebagai berikut:

  1. Konsumen/pasien mendapatkan hak pelayanan tanpa diskriminasi, karena pasien akan diperlakukan sama tergantung pada jenis dan berat ringannya penyakit.
  2. Tidak perlu memikirkan aspek financial ketika mendadak sakit, karena pembayaran pelayanan dapat dilaksanakan pasa akhir pelayanan.
  3. Tenaga perawat mesti mempunyai kemampuan yang komprehensif dalam melaksanakan asuhan keperawatan, karena ruang perawatan bukan berdasarkan jesis penyakit (spesialisasi).
  4. Perlu komitmen Pemerintah Kota Pontianak yang kuat dan dukungan anggaran untuk operasional rumah sakit, serta memberikan insentif kepada staf medis.
  5. Pada saat ini rumah sakit hanya mempunyai ruang perawatan kelas III. Kondisi ini menyebabkan pasien yang mempunyai financial dan peserta JKN kelas II atau I tidak dapat dirawat, sehingga terkesan merupakan rumah sakit kelas III.

 

----*****----

 

written by:

Drs. Zakaria

Kasubbid Pendidikan, Mental Spiritual dan Pemeirntahan 

BAPPEDA Kota Pontianak