Skip to content

Untuk Keempat Kali Beruntun, Kota Pontianak Raih Predikat WTP

Untuk Keempat Kali Beruntun, Kota Pontianak Raih Predikat WTP

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Pontianak tahun 2014 kembali menyandang predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Predikat tertinggi dalam opini yang diberikan BPK ini merupakan ke empat kalinya yang disandang Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak secara berturut-turut yakni sejak tahun 2011 hingga 2014. Bahkan yang menjadi special dalam capain di tahun 2014 ini adalah di dalam laporan keuangannya di tahun 2014, Pemkot Pontianak sudah lebih dulu menerapkan akrual basis meskipun sebenarnya sistem tersebut baru wajib diterapkan mulai tahun 2016 mendatang oleh Pemerintah Pusat.

 

Wali Kota Pontianak, Sutarmidji mengatakan pihaknya tahun ini sudah mulai menerapkan laporan keuangan berbasis akrual kendati predikat WTP yang diraih dengan paragraf penjelasan. “Sehingga lebih mudah memperbaikinya dari pada nanti baru mulai menerapkan akrual basis,” katanya usai menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) LKPD Kota Pontianak tahun 2014 bersama 10 kabupaten/kota lainnya  Jumat (3/7) di Aula BPK RI Perwakilan Provinsi Kalbar.

 

Diungkapkannya, dalam menerapkan laporan keuangan berbasis akrual, pihaknya tidak terlepas dari supervisi dan arahan-arahan dari jajaran auditor BPK untuk penerapan laporan keuangan berbasis akrual. “Saya terima kasih kepada BPK karena kita terus dilakukan supervisi dan diberikan arahan-arahan untuk penerapan laporan keuangan berbasis akrual. Pegawai kami mudah dalam berkomunikasi dengan BPK tentang laporan berbasis akrual. Bagaimanapun auditor kita kan terbatas kemampuannya sedangkan BPK para auditornya memang ahli di bidang itu,” tutur Sutarmidji.

 

Dia mengakui masih ada hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam hal kualitas penyajian laporan keuangan meskpun Pemkot Pontianak sudah empat kali meraih WTP. Bahkan Sutarmidji berjanji memimpin langsung perbaikan laporan keuangan baik itu terkait catatan-catatan dari predikat WTP maupun hasil audit. “Paragraf penjelasan dari opini WTP itu sebagian besar masalah aset. Saya minta itu harus tuntas, jangan sampai berlarut-larut dan menambah pekerjaan rumah,” katanya. “Saya berharap tahun depan paragraf penjelasan dari BPK berkurang.”

 

Ketua DPRD Kota Pontianak, Satarudin menilai empat kali WTP merupakan prestasi yang luar biasa dibuat oleh Pemkot Pontianak. Opini itu adalah buah kerja keras berbagai pihak. “Ini kerja keras seluruh jajaran Pemerintahan Kota Pontianak. Pemerintahan Kota Pontianak itu terdiri atas ekseskutif dan legislatif. Jadi harus sinergis untuk mencapai WTP,” ungkapnya.

 

Sementara itu Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Kalbar Didi Budi Satrio menyatakan, dari hasil pemeriksaan terhadap 11 entitas yang diserahkan LHP-nya, 7 entitas mendapat opini WTP dengan paragraf penjelas dan 4 entitas dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). “Tahun ini ada tiga entitas yang naik peringkatnya dari WDP menjadi WTP yakni Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang,” jelasnya.

 

Namun demikian, Didi mengingatkan kepada daerah-daerah yang sudah meraih WTP untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi sistem laporan keuangan berbasis akrual yang mulai diterapkan tahun 2016 mendatang. Menurutnya, akrual basis tidaklah semudah yang dibayangkan karena membutuhkan niat dan tekad yang keras, posisi-posisi kunci harus dipertahankan atau ditingkatkan, persiapan sistem harus segera diterapkan.

 

“Nah, untuk itu bapak-bapak harus bekerja lebih keras lagi. Kota Pontianak yang pertama kali sudah menerapkan sistem akrual basis dan hasilnya tetap bertahan WTP. Bapak-bapak harus bekerja lebih keras lagi kalau tidak ingin terjun bebas opininya. Saya berharap kepada bapak-bapak tahun depan jangan segan-segan untuk berdiskusi dengan kami di BPK,” ungkapnya.

 

Mengingat kompleksitas laporan yang dibuat dalam akrual basis, hal itu tentu membutuhkan perhatian yang cukup besar. Betapa tidak, sebelum diterapkan akrual basis, laporan yang dibuat hanya sebanyak empat laporan. Namun dengan akrual basis laporan yang dibuat menjadi tujuh laporan yakni laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan.

 

 

“Kami harapkan semua pemerintah daerah mempersiapkan perangkat keras maupun perangkat lunak terutama terkait kebijakan akuntansi khususnya pengelolaan aset tetap dan penyusutan aset tetap,” pungkasnya. “SDM juga harus disiapkan segera,” tambahnya.

  

Apa itu Pelaporan Keuangan Berbasis Akrual (Accrual Basis)?

 

 

Basis akuntansi merupakan prinsip akuntansi untuk menentukan saat pengakuan dan pelaporan suatu transaksi ekonomi dalam laporan keuangan. Terdapat empat basis yang umum digunakan dalam pencatatan transaksi keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan, yaitu basis kas, modifikasi kas, modifikasi akrual dan akrual penuh.

 

 

Dari keempat basis tersebut, basis kas dan akrual adalah dua basis yg paling sering digunakan. Basis kas akan mencatat transaksi keuangan pada saat kas diterima atau dikeluarkan, sedangkan basis akrual mencatat transaksi pada saat terjadinya pendapatan atau belanja walaupun kas belum diterima atau dikeluarkan.

 

 

Dalam akuntansi Pemerintah Pusat yang saat ini diterapkan sejak penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2004, Pemerintah menggunakan basis kas menuju akrual. Basis ini pada dasarnya adalah basis kas dengan penerapan akrual pada akhir periode pelaporan. Dengan basis kas menuju akrual, pendapatan diakui pada saat kas diterima ke Kas Negara dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Kas Negara. Basis kas untuk pendapatan dan belanja tersebut akan menghasilkan penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Arus Kas (LAK), sedangkan dengan adanya jurnal korolari, pencatatan akrual pada akhir periode akan menghasilkan Neraca.

 

Basis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi atau peristiwa akuntansi diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Basis akrual digunakan untuk pengukuran aset, kewajiban dan ekuitas dana. Akuntansi berbasis akrual merupakan international best practice dalam pengelolaan keuangan modern yang sesuai dengan prinsip New Public Management (NPM) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan.

 

 

Ada dua metode pencatatan akuntansi, berbasis kas dan berbasis akrual. Akuntansi berbasis kas berarti hanya mencatat transaksi pada saat terjadinya transaksi kas. Akuntansi berbasis akrual selain mencatat transaksi pengeluaran dan penerimaan kas, juga mencatat jumlah hutang dan piutang organisasi. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual memberikan gambaran yang lebih akurat atas kondisi keuangan organisasi daripada akuntansi berbasis kas. Namun, jelas bahwa catatan menggunakan basis akrual lebih kompleks daripada basis kas.

 

 

Lebih jauh lagi, basis akrual mendukung penggunaan anggaran sebagai teknik pengendalian. Karena pada basis kas, pembayaran hanya direkam jika hal itu telah dilakukan, sementara pembayaran kewajiban dapat dilakukan dengan jarak waktu tertentu setelah timbulnya kewajiban itu sendiri. Untuk alasan penganggaran, organisasi dapat lebih baik menggunakan akuntansi berbasis akrual.

 

 

Untuk mengadopsi akuntansi basis akrual, organisasi akan memerlukan informasi seperti pendapatan atas investasi yang belum jatuh tempo. Organisasi juga akan memerlukan informasi mengenai kewajiban keuangan masa depan yang dapat diperkirakan jumlahnya. Dengan komputerisasi sistem akuntansi, upaya yang diperlukan untuk menjaga informasi ini dapat dilakukan secara memadai.

 

Sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka Pemerintah Pusat akan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Pasal 12 dan 13 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa pendapatan dan belanja dalam APBN dicatat mengunakan basis akrual. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa basis akrual dapat memberikan informasi keuangan yang lebih lengkap daripada basis lainnya, terutama untuk informasi piutang dan utang pemerintah. Selain itu, laporan keuangan berbasis akrual juga menyediakan informasi mengenai kegiatan operasional pemerintah, evaluasi efisiensi dan efektivitas serta ketaatan terhadap peraturan.

 

Penerapan basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013. Dalam peraturan  tersebut dinyatakan tidak berlaku mulai tanggal 1 Januari 2015. Ini berarti pada tahun 2015 setiap entitas pelaporan dan entitas akuntansi pada pemerintah pusat akan mulai menerapkan basis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. Satuan Kerja pada pemerintah pusat sebagai entitas akuntansi yang menjadi bagian dari Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat tentunya memegang peranan penting dalam menyediakan data dan informasi yang lengkap dan benar demi tercapainya kualitas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

 

Perubahan Basis Akuntansi Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah

 

Saat ini pemerintah pusat masih menggunakan Akuntansi Berbasis Kas Menuju Akrual atau Cash Toward Accrual (CTA) dalam menyusun laporan keuangan pemerintah. Basis akuntansi ini merupakan suatu pendekatan unik yang dikembangkan oleh Indonesia untuk dapat menyajikan empat laporan keuangan pokok yang diamanatkan Undang-Undang (UU) dan disesuaikan dengan kondisi (peraturan, sistem, sarana dan prasarana, serta Sumber Daya Manusia) di Indonesia yang sampai dengan tahun 2004 masih menggunakan pembukuan tradisional (single entry) berbasis kas, belum menggunakan akuntansi modern (double entry) sehingga sangat sulit atau bahkan tidak mungkin bila bila langsung menerapkan akuntansi modern berbasis akrual. Basis CTA relatif tidak dikenal di negara-negara lain, yang merupakan pendekatan transisi dari kas menuju akrual yang berhasil. Basis CTA ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan Basis Akuntansi Modified Accrual, sistem akuntansi dan aplikasi komputer yang digunakan dan dikembangkan sendiri.

 

Namun ada beberapa hal yang belum bisa dipenuhi dengan akuntansi CTA. Hal pertama adalah laporan keuangan berbasis kas menuju akrual belum memperlihatkan kinerja pemerintah secara keseluruhan, saat ini hanya fokus pada sumber daya keuangan berupa kas (financial assets). Laporan keuangan juga tidak menggambarkan beban keuangan yang sesungguhnya, karena beban yang diakrualkan (misalnya beban penyusutan, beban penyisihan piutang tak tertagih, dan beban yang terutang lainnya) tidak diinformasikan dalam Laporan Realisasi Anggaran maupun laporan lainnya, hanya memberikan gambaran parsial bukan menyeluruh tentang keuangan negara sesuai maksud UU 17 Tahun 2003. Selain itu laporan keuangan berbasis CTA juga kurang memberikan rekam jejak atas perubahan nilai ekuitas pemerintah, karena setiap transaksi terkait aset dan kewajiban akan langsung membebani ekuitas. Dengan demikian informasi akrual hanya dapat disajikan secara periodik yaitu pada saat pelaporan (semester dan tahunan). Bila sewaktu-waktu dibutuhkan informasi hak dan kewajiban maka diperlukan usaha-usaha tambahan yang tidak berdasarkan sistem (by system).

 

Integrasi dengan SPAN juga sangat sulit dilakukan. SPAN menggunakan Commercial Off The Shelf (COTS) yaitu Oracle Finance yang menyediakan sistem berdasarkan pilihan hanya basis kas atau basis akrual, tidak untuk Modified Accrual sehingga bila menggunakan Kas Menuju Akrual tetap menggunakan aplikasi yang dikembangkan sendiri seperti yang ada saat ini. Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN) merupakan Sistem Informasi yang menggabungkan beberapa fungsi, seperti Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, Manajemen Kas, Akuntansi dan Pelaporan dalam satu sistem aplikasi. Sistem Informasi Keuangan Negara mengintegrasikan kegiatan mendokumentasikan setiap transaksi keuangan dan mendukung penyajian laporan keuangan dan managerial.

 

SPAN didesain dengan relasi yang baik antara pemilihan software, hardware, SDM, prosedur, kontrol, dan data dan operasi terotomasi secara penuh serta bermuara pada database yang terpusat. SPAN bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan perbendaharaan negara, menyempurnakan proses bisnis dan pemanfaatan teknologi informasi keuangan negara yang terintegrasi, memberikan informasi yang komprehensif dan tepat waktu tentang posisi keuangan pemerintah pusat, dan memudahkan pengambilan keputusan  dalam manajemen keuangan pemerintah.

 

Perubahan basis akuntansi dari kas menuju akrual menjadi akrual membawa dampak terhadap perubahan tahapan pencatatan dan jenis laporan keuangan yang dihasilkan. Seiring dengan penerapan basis akrual untuk pelaporan keuangan, penyusunan anggaran tetap dilakukan dengan menggunakan basis kas. Hal ini berarti proses pelaporan penganggaran akan menghasilkan laporan realisasi anggaran yang tetap mengunakan basis kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan lainnya akan menggunakan basis akrual. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan akan terdiri dari laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan, sehingga terdapat penambahan tiga laporan keuangan, yaitu laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan laporan perubahan saldo anggaran lebih.

 

 

Seiring dengan penerapan basis akuntansi akrual dan penganggaran berbasis kas, maka penyusunan model sistem akuntansi dalam SPAN akan menggunakan dua pencatatan, pencatatan akrual dan pencatatan kas. Dengan adanya hal tersebut, maka SPAN dapat menghasilkan laporan keuangan berbasis akrual dan laporan anggaran berbasis kas yang menjadi laporan pertanggungjawaban pemerintah.

 

Akrual basis mendasarkan konsepnya pada dua pilar yaitu:

 

  1. Pengakuan pendapatan :

Saat pengakuan pendapatan pada basis akrual adalah pada saat pemerintah mempunyai hak untuk melakukan penagihan dari hasil kegiatan pemerintah. Dalam konsep basis akrual, mengenai kapan kas benar-benar diterima menjadi hal yang kurang penting. Oleh karena itu,  dalam basis akrual kemudian muncul estimasi  piutang tak tertagih, sebab penghasilan sudah diakui padahal kas belum diterima.

 

  1. Pengakuan biaya/beban :

Pengakuan biaya/beban dilakukan pada saat kewajiban membayar sudah terjadi. Sehingga  dengan kata lain, pada saat kewajiban membayar sudah terjadi, maka titik ini dapat  dianggap sebagai starting point munculnya biaya/beban meskipun biaya tersebut belum  dibayar.

 

Dibandingkan akuntansi berbasis kas dan CTA, akuntansi berbasis akrual memiliki kelebihan antara lain:

 

  • Dengan memenuhi azas ”semakin baik informasi, maka semakin baik keputusan” menghasilkan Laporan Keuangan yang lebih baik untuk tujuan pengambilan keputusan karena pengalokasian sumber daya dapat diketahui lebih akurat
  • Penilaian kinerja yang  lebih akurat dalam satu tahun pelaporan karena penilaian kesehatan keuangan dikaitkan pada kinerja organisasi pemerintah
  • Dapat menyajikan nilai aset, kewajiban dan ekuitas yang lebih baik
  • Pengukuran penilaian biaya/beban suatu program/kegiatan yang lebih baik
  • Sesuai Reformasi Manajemen Keuangan pemerintah yang diamanatkan oleh UU
  • Sesuai dengan international best practices, termasuk untuk kebutuhan Government Finance Statistics-2001 (GFS 2001) yang berbasis akrual
  • Mengakumulasi kewajiban pembayaran pensiun
  • Menyelaraskan/meratakan belanja modal dengan akuntansi penyusutan
  • Mewaspadai risiko default hutang yang akan jatuh tempo bersanksi denda
  • Memungkinkan perundingan dan penjadwalan utang yang mungkin tak mampu dibayar di masa depan yang masih jauh, tanpa tergesa-gesa
  • Permintaan hair cut apabila posisi keuangan terlihat tidak tertolong lagi menjadi masuk akal di mata negara/lembaga donor
  • Memberi gambaran keuangan lebih menyeluruh tentang keuangan negara dari sekadar gambaran kas
  • Mengubah perilaku keuangan para penggunanya menjadi lebih transparan dan akuntabel

 

Sedangkan kelemahan yang perlu diperhatikan adalah akuntansi berbasis akrual relatif lebih kompleks dibanding basis akuntansi kas maupun basis CTA, sehingga membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola keuangan dengan kompetensi akuntansi yang memadai.

 

 

Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual

Perubahan basis akuntansi dari CTA menjadi akrual membawa dampak terhadap perubahan tahapan pencatatan dan jenis laporan keuangan yang dihasilkan. Seiring dengan penerapan basis akrual untuk pelaporan keuangan, penyusunan anggaran tetap dilakukan dengan menggunakan basis kas. Hal ini berarti proses pelaporan penganggaran akan menghasilkan laporan realisasi anggaran yang tetap mengunakan basis kas, sedangkan untuk pelaporan keuangan lainnya akan menggunakan basis akrual.

 

Dalam rangka implementasi SAP berbasis akrual sebagaimana diamanatkan di dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, beberapa langkah yang telah dan akan dilakukan dalam rangka penerapan akuntansi berbasis akrual di Indonesia sebagai berikut:

 

Tahun 2010   :

  • Mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan akuntansi berbasis akrual,
  • Menyiapkan dan menetapkan SAP berbasis akrual,
  • Menyiapkan Rencana Implementasi SAP berbasis akrual.

 

Tahun 2011

  • Menyiapkan peraturan dan kebijakan untuk penerapan akuntansi berbasis akrual,
  • Menyusun proses bisnis dan sistem akuntansi untuk penerapan akuntansi berbasis akrual

 

Tahun 2012

  • Mengembangkan Sistem Akuntansi dan pedoman yang akan digunakan dalam penerapan akuntansi berbasis akrual,
  • Melaksanakan capacity building berupa training dan sosialisasi SAP berbasis akrual kepada seluruh stakeholders yang terlibat,
  • Mengembangkan teknologi informasi (sistem aplikasi) yang akan digunakan.

 

Tahun 2013

  • Melakukan uji coba implementasi Konsolidasi LK, penyempurnaan sistem dan capacity building,
  • Penyusunan peraturan yang berkaitan

 

Tahun 2014

  • Implementasi secara paralel penerapan basis CTA dan akrual dalam Laporan Keuangan, tetapi Laporan Keuangan yang diberi opini oleh BPK adalah yang berbasis CTA.
  • Konsolidasi Laporan K/L dan BUN dengan basis akrual,
  • Evaluasi dan finalisasi sistem yang akan digunakan

 

Tahun 2015

  • Penerapan implementasi penuh akuntansi berbasis akrual di Indonesia. Laporan Keuangan yang diberi opini adalah yang berbasis akrual.

 

Perbedaan utama antara Basis Kas Menuju Akrual dengan Basis Akrual adalah pada basis pengakuan pendapatan dan biaya. Sebagaimana dijelaskan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan biaya pada basis kas dilakukan berdasarkan masuk dan keluarnya kas, sementara basis akrual  berdasarkan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan. Sedangkan unsur laporan keuangan pemerintah berbasis akrual terdiri dari:

  • Laporan Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan SAL
  • Laporan Finansial, yang terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Arus Kas. Adapun Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi pelaporan dan siklus akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan LO, Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Catatan Atas Laporan Keuangan

 

Jenis-Jenis Laporan Keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan :

 

  1. Laporan Realisasi Anggaran

 

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan pemerintah yang menyajikan  ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode tertentu.

 

  1. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih

 

Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL) menyajikan informasi kenaikan atau penurunan SAL tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasi.

 

  1. Neraca

 

Neraca merupakan laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas  pada tanggal tertentu.

 

  1. Laporan Operasional

 

Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. LO menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.

 

  1. Laporan Arus Kas

 

Laporan Arus Kas (LAK) adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. Tujuan LAK untuk memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. LAK wajib disusun dan disajikan hanya oleh unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum.

 

  1. Laporan Perubahan Ekuitas

 

Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. LPE menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

 

  1. Catatan Atas Laporan Keuangan

 

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Laporan Keuangan dan oleh karenanya setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan. CaLK meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam  Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. CaLK bertujuan untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan dan penyediaan pemahaman yang lebih baik atas informasi keuangan pemerintah

 

 

Tantangan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Pemerintahan Daerah

Sampai saat ini penerapan akuntansi berbasis akrual tersebut belum terealisasi dengan maksimal, walaupun peraturan tentang standar akuntansi akrual telah diterbitkan. Hal ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan harus dilakukan secara cermat dengan persiapan yang matang dan terstruktur. Keberhasilan suatu perubahan akuntansi pemerintahan menuju basis akrual agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak.  Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja masih banyak menghadapi hambatan, apalagi lagi jika pemerintah akan menerapkan akuntansi berbasis akrual.

 

Beberapa tantangan penerapan akuntansi berbasis akrual di Pemerintahan Daerah di Indonesia yang dapat diidentifikasi yaitu:

 

  1. Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System

 

Adanya kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit. Selain itu perlu juga dibangun sistem pengendalian intern yang memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

 

Dalam rangka mendukung penerapan basis akuntansi akrual, penggunaan teknologi yang andal amat diperlukan guna mendukung keberhasilan pengolahan data baik pada masa transisi maupun pada masa penerapan basis akrual secara penuh. Persiapan di bidang teknologi informasi terutama diarahkan untuk pengembangan sistem akuntansi. Pengembangan sistem akuntansi berbasis akrual membutuhkan suatu sistem akuntansi untuk mengakomodasinya. Kementerian Keuangan telah mengembangkan :

 

SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara). Sistem SPAN telah diluncurkan pada tanggal 19 Agustus 2013. SAKTI (Sistem Akuntansi Tingkat Instansi). Sistem ini telah dilakukan tahapan Integration Test dan piloting system direncanakan Tahun 2014.

 

  1. Komitmen dari Pimpinan

 

Harus ada komitmen dan dukungan politik dari para pengambil keputusan dalam pemerintahan, karena upaya penerapan akuntansi berbasis akrual memerlukan dana yang besar dan waktu yang lama, bahkan lebih lama dari masa periode jabatan presiden, gubernur, bupati, walikota, dan anggota DPR/DPRD.

 

Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan. Kejelasan perundang-undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan dan memberikan dukungan yang kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.

 

  1. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten

 

Dibutuhkan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional dalam pengelolaan keuangan. Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan. Selain itu, pada saat ini, kebutuhan tersebut sangat terasa dengan semakin kuatnya upaya untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.

 

Training kepada stakeholders diperlukan untuk menguatkan komitmen, penguatan kompetensi SDM dan meminimalisasi risiko ketidakandalan data keuangan. Berdasarkan peta pemangku kepentingan, maka training kesiapan implementasi basis akrual dibagi ke dalam 3 (tiga) level, yaitu Level Penentu Komitmen dan Politis, Level Manajerial dan Level Teknis. Secara umum, melalui Program Integrasi Sosialisi/Training ini diharapkan semua pemangku kepentingan memahami dan mendukung implementasi basis akrual dan bersama-sama mengupayakan pencapaian opini terbaik pada LKKL dan LKPP Tahun 2015.

 

  1. Resistensi Terhadap Perubahan

 

Dalam setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait, sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik tanpa ada resistensi. Kompleksitas akuntansi akrual dapat menimbulkan resistensi di K/L, khususnya bagi para pelaku akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. Adanya resistensi dari lembaga legislatif untuk mengadopsi penganggaran akrual. resistensi ini seringkali akibat dari terlalu kompleksnya penganggaran akrual.

 

Kesulitan penerapan anggaran berbasis akrual di pemerintahan adalah terkait Anggaran akrual diyakini beresiko dalam disiplin anggaran. Keputusan politis untuk membelanjakan uang sebaiknya ditandingkan dengan ketika belanja tersebut dilaporkan dalam anggaran. Hanya saja, basis kas yang dapat menyediakannya. Jika sebagian besar proyek belanja modal, misalnya, dicatat dan dilaporkan pada beban penyusutan, akan berakibat meningkatkan pengeluaran untuk proyek tersebut (Blondal (2003) sebagaimana dikutip oleh Boothe (2007) dalam Halim (2012),

 

  1. Pendanaan

 

Dalam rangka pelaksanaan pelatihan akrual, Pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar dengan mempertimbangkan jumlah satuan kerja (± 24.000) yang tersebar di seluruh Indonesia, kelompok stakeholders (pemangku kepentingan) serta jenis komunikasi dan pelatihan yang dibutuhkan untuk berbagai level. Untuk itu, selain dana yang berasal dari APBN, Pemerintah juga mendapat komitmen untuk bantuan dan dukungan dari negara-negara sahabat dan lembaga internasional, seperti dari Australia melalui program GPF-AIP dan Bank Dunia.

 

  1. Penerapan akuntansi akrual dapat berakibat terhadap penurunan ekuitas sebagai akibat penyusutan dan amortisasi, dimana hal ini akan tercermin dalam nilai buku yang disajikan laporan keuangan pemerintah.

 

  1. Penerapan akuntansi berbasis akrual dapat berakibat pada penurunan kualitas laporan keuangan (opini audit LKKL dan LKPP menurun), hal ini dimungkinkan terjadi bila pemerintah kurang mengantisipasi dampak penyusunan laporan keuangan berbasis akrual yang jauh lebih kompleks.

 

Dari beberapa permasalahan tersebut, salah satu poin penting dalam penerapan akuntansi berbasis akrual adalah juga harus diterapkan anggaran berbasis akrual. Anggaran  berbasis akrual ini sulit diterapkan di organisasi pemerintahan karena sangat kompleks. Dalam akuntansi anggaran mensyaratkan adanya pencatatan dan penyajian akun operasi sejajar dengan anggarannya.

 

Pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan ini dengan membangun Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), yaitu suatu sistem yang berbasis teknologi informasi ditujukan untuk mendukung pencapaian prinsip-prinsip pengelolaan anggaran tersebut. Seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan anggaran, manajemen dokumen anggaran, manajemen komitmen pengadaan barang dan jasa, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan negara, manajemen kas dan pelaporan diintegrasikan ke dalam SPAN. Perubahan yang signifikan tersebut menuntut perbaikan pada proses bisnis yang dijalankan dan perubahan pola pikir para pihak yang terlibat pada proses bisnis tersebut, baik pengguna langsung dari Departemen Keuangan (internal), maupun dari kementerian/lembaga (eksternal).

 

Disarikan dari berbagai sumber.